Mengadakan Sholat Jum'at dilingkungan sekolah
MOHON MAAF SANGAT MENDESAK ...
Mohon penjelasan para ustadz dan para kyai atas kejadian di sebuah sekolah umum (SMAN) di suatu daerah di mana pihak otaritas sekolah membuat kebijakan yg secara nalar fiqih tidak lazim, isi kebijakannya adalah : semua murid yg mengikuti pembelajaran di sekolah SMA tsb di larang mengikuti solat jum'at di luar sekolah karena pihak sekolah sudah mengadakan jum'atan sendiri di dalam lingkungan sekolah yg pesertanya dari anak² sekolah itu sendiri sementara kita tahu asal anak sekolah itu bermacam macam, ada yg dari dusun setempat (dusun dimana sekolah itu berada) namun kebanyakan terdiri dari luar dusun, kebijakan ini di ambil oleh pihak sekolah berdasarkan pertimbangan " jika semua murid di izinkan solat jum'atan di luar sekolah maka sangat rentan tidak kembali ke sekolah dan pulang kerumah masing - masing.
Pertanyaan
Sahkah solat jum'at yg di lakukan pihak sekolah yg pesertanya campuran antara penduduk setempat dan dari luar daerah sementara di dusun itu (di mana sekolah itu berada) juga didirikn solat jum,at sedangkan penduduk setempat yg ikut jum'atan di sekolah tsb tdk sampai 40 orang bahkan ada juga pesertanya tdk ada yg dari penduduk setempat.
Kalau tdk sah bagaimana solusinya..?
Sail hamba alloh
Jawaban
Dalam permasalahan mendirikan dua jum'atan dalam lingkungan sekolah dimana jama'ahnya hanya di ikuti para siswa dan guru dalam lingkup madzhab syafi'i tdk boleh dan tdk sah jum'atannya karena
å Pertama akan terjadinya dua jum'atan dalam satu dusun dimana hal ini (ta'addud) mayorits ulama mengatakan tdk boleh meski ada sebagian yg mengatakan boleh seperti syeh ismail zain namun dg sarat harus di dirikan minimal 40 orang dari penduduk setempat (mustauthin) sarat ini mungkin sulit terpenuhi.
BERIKUT PENDAPAT ULAMA TERKAIT HUKUM MENDIRIKAN DUA JUM'AT DALAM SATU DUSUN.
√• Pendapat pertama, yaitu pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i, dua jumatan dalam satu dusun tidak diperbolehkan kecuali ada hajat. Pendapat ini bertendensi bahwa Nabi dan khulafa’ al-Rasyidin setelahnya tidak menjalankan Jum'at kecuali dalam satu tempat.
Nabi sendiri memerintahkan agar ummatnya melakukan shalat sebagaimana shalat beliau.
Syekh abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani mengatakan:
دليلنا أن النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - والخلفاء من بعده، ما أقاموا الجمعة إلا في موضع واحدٍ، وقد قال النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «صلوا كما رأيتموني أصلي»
“Dalil kita adalah bahwa Nabi dan para khalifah setelahnya tidak mendirikan Jumat kecuali dalam satu tempat, dan sesungguhnya Nabi bersabda, shalatlah sebagaimana kalian melihat caraku melakukan shalat.”
(Syekh Abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani, al-Bayan, juz 2, halaman 620).
Sedangkan jika terdapat hajat, maka diperbolehkan.
Hajat yang memperbolehkan berdirinya lebih dari satu Jumat dalam satu dusun ada tiga. Pertama, sempitnya tempat shalat sekiranya tidak dapat menampung seluruh jamaah Jumat.
Kedua, konflik internal di antara penduduk desa.
Ketiga, jauhnya jarak menuju tempat Jumatan, adakalanya karena berada pada sebuah tempat yang tidak dapat terdengar adzan Jum'at di tempat tersebut, atau berada pada tempat yang seandainya seseorang berangkat dari tempat tersebut setelah terbit fajar, maka ia tidak dapat menemui Jumat.
Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur menegaskan:
والحاصل من كلام الأئمة أن أسباب جواز تعددها ثلاثة : ضيق محل الصلاة بحيث لا يسع المجتمعين لها غالباً ، والقتال بين الفئتين بشرطه ، وبعد أطراف البلد بأن كان بمحل لا يسمع منه النداء ، أو بمحل لو خرج منه بعد الفجر لم يدركها ، إذ لا يلزمه السعي إليها إلا بعد الفجر اهـ
بغية المسترشدين
√• Pendapat kedua, versi Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani menetapkan hukum boleh dengan syarat tidak menimbulkan fitnah.
Syekh al-Sya’rani berargumen bahwa alasan mengapa para sahabat dan khalifah terdahulu tidak melaksanakan dua Jumat dalam satu dusun karena khawatir menimbulkan fitnah, sebab keadaan pada waktu itu menuntut orang Islam bersatu dalam satu komando imam besar, sehingga apabila ada kelompok yang membuat jumatan tandingan, maka akan menimbulkan stigma negatif dan kekacauan bahwa ada kelompok yang membelot dari al-imam al-A’zham. Potensi fitnah yang demikian seiring berjalannya waktu sudah hilang, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan bila diadakan dua jumatan dalam satu disun. Maka, menurut al-Sya’rani pendirian dua Jumatan dalam satu dusun sah-sah saja sepanjang tidak menimbulkan fitnah.
Di sisi yang lain, menurut al-Sya’rani, tidak ada dalil yang secara tegas melarang pendirian dua jumat dalam satu dusun.
Beliau menegaskan:
فلما ذهب هذا المعنى الذى هو خوف الفتنة من تعدد الجمعة جاز التعدد على الأصل في إقامة الجماعة ولعل ذلك مراد داود بقوله إن الجمعة كسائر الصلوات ويؤيده عمل الناس بالتعدد في سائر الأمصار من غير مبالغة في التفتيش عن سبب ذلك ولعله مراد الشارع ولو كان التعدد منهيا عنه لا يجوز فعله بحال لورود ذلك ولو في حديث واحد فلهذا نفذت همة الشارع في التسهيل على أمته في جواز التعدد في سائر الأمصار حيث كان أسهل عليهم من الجمع في مكان واحد فافهم
الميزان الكبرى ١ / ٢٠٩
√• Pendapat ketiga, versi Syekh Isma’il Zain diperbolehkan asalkan jamaah tidak kurang dari 40 orang di masing-masing tempat. Syekh Isma’il al-Zain, ulama bermadzhab Syafi’i dari Yaman berargumen bahwa tidak ada dalil yang tegas atau bahkan yang mendekati tegas, yang melarang pendirian dua Jum'at dalam satu desa. Bahkan semakin banyak pendirian Jum'at dalam satu dusun justru semakin membesarkan syi’ar Islam. Hanya saja, kebolehan pendirian dua jumat atau lebih tersebut disyaratkan masing-masing Jumat terdiri dari minimal 40 jamaah, sebab jumlah tersebut adalah yang sesuai dengan tuntunan hadits Nabi. Dalam fatwanya, Syekh Isma’il al-Zain mengatakan:
مسألة - ما قولكم في تعدد الجمعة في بلدة واحدة أو قرية واحدة مع تحقق العدد المعتبر في كل مسجد من مساجدها فهل تصح جمعة الجميع أو فيه تفصيل فيما يظهر لكم ؟ (الجواب) أما مسألة تعدد الجمعة فالظاهر جواز ذلك مطلقا بشرط أن لا ينقص عدد كل عن أربعين رجلا فإن نقص عن ذلك إنضموا إلى أقرب جمعة إليهم إذ لم ينقل عن النبي (أنه جمع بأقل من ذلك وكذلك سلف الصالح من بعده) والقول بعدم الجواز إلا عند تعذر الاجتماع في مكان واحد ليس عليه دليل صريح ولا ما يقرب من الصريح لا نصا ولا شبهه بل أن سر مقصود الشرع هو في إظهار الشعار في ذلك اليوم وأن ترفع الأصوات على المنابر بالدعوة إلى الله والنصح للمسلمين فكلما كانت المنابر أكثر كانت الشعارات أظهر وتبارزت عزة دين الإسلام في آن واحد في أماكن متعدد إذا كان كل مسجد عامرا بأربعين فأكثر هذا هو الظاهر لي والله ولى التوفيق اهـ
å Solusinya pihak otoritas sekolah mengupayakan 40 orang penduduk dusun setempat yg sudah balig dan tdk pindah-pindah, (bukan penguntrak) agar ikut jum'atan di sekolah dg taqlid kepada syeh ismail zain.
Mohon penjelasan para ustadz dan para kyai atas kejadian di sebuah sekolah umum (SMAN) di suatu daerah di mana pihak otaritas sekolah membuat kebijakan yg secara nalar fiqih tidak lazim, isi kebijakannya adalah : semua murid yg mengikuti pembelajaran di sekolah SMA tsb di larang mengikuti solat jum'at di luar sekolah karena pihak sekolah sudah mengadakan jum'atan sendiri di dalam lingkungan sekolah yg pesertanya dari anak² sekolah itu sendiri sementara kita tahu asal anak sekolah itu bermacam macam, ada yg dari dusun setempat (dusun dimana sekolah itu berada) namun kebanyakan terdiri dari luar dusun, kebijakan ini di ambil oleh pihak sekolah berdasarkan pertimbangan " jika semua murid di izinkan solat jum'atan di luar sekolah maka sangat rentan tidak kembali ke sekolah dan pulang kerumah masing - masing.
Pertanyaan
Sahkah solat jum'at yg di lakukan pihak sekolah yg pesertanya campuran antara penduduk setempat dan dari luar daerah sementara di dusun itu (di mana sekolah itu berada) juga didirikn solat jum,at sedangkan penduduk setempat yg ikut jum'atan di sekolah tsb tdk sampai 40 orang bahkan ada juga pesertanya tdk ada yg dari penduduk setempat.
Kalau tdk sah bagaimana solusinya..?
Sail hamba alloh
Jawaban
Dalam permasalahan mendirikan dua jum'atan dalam lingkungan sekolah dimana jama'ahnya hanya di ikuti para siswa dan guru dalam lingkup madzhab syafi'i tdk boleh dan tdk sah jum'atannya karena
å Pertama akan terjadinya dua jum'atan dalam satu dusun dimana hal ini (ta'addud) mayorits ulama mengatakan tdk boleh meski ada sebagian yg mengatakan boleh seperti syeh ismail zain namun dg sarat harus di dirikan minimal 40 orang dari penduduk setempat (mustauthin) sarat ini mungkin sulit terpenuhi.
BERIKUT PENDAPAT ULAMA TERKAIT HUKUM MENDIRIKAN DUA JUM'AT DALAM SATU DUSUN.
√• Pendapat pertama, yaitu pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i, dua jumatan dalam satu dusun tidak diperbolehkan kecuali ada hajat. Pendapat ini bertendensi bahwa Nabi dan khulafa’ al-Rasyidin setelahnya tidak menjalankan Jum'at kecuali dalam satu tempat.
Nabi sendiri memerintahkan agar ummatnya melakukan shalat sebagaimana shalat beliau.
Syekh abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani mengatakan:
دليلنا أن النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - والخلفاء من بعده، ما أقاموا الجمعة إلا في موضع واحدٍ، وقد قال النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «صلوا كما رأيتموني أصلي»
“Dalil kita adalah bahwa Nabi dan para khalifah setelahnya tidak mendirikan Jumat kecuali dalam satu tempat, dan sesungguhnya Nabi bersabda, shalatlah sebagaimana kalian melihat caraku melakukan shalat.”
(Syekh Abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani, al-Bayan, juz 2, halaman 620).
Sedangkan jika terdapat hajat, maka diperbolehkan.
Hajat yang memperbolehkan berdirinya lebih dari satu Jumat dalam satu dusun ada tiga. Pertama, sempitnya tempat shalat sekiranya tidak dapat menampung seluruh jamaah Jumat.
Kedua, konflik internal di antara penduduk desa.
Ketiga, jauhnya jarak menuju tempat Jumatan, adakalanya karena berada pada sebuah tempat yang tidak dapat terdengar adzan Jum'at di tempat tersebut, atau berada pada tempat yang seandainya seseorang berangkat dari tempat tersebut setelah terbit fajar, maka ia tidak dapat menemui Jumat.
Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur menegaskan:
والحاصل من كلام الأئمة أن أسباب جواز تعددها ثلاثة : ضيق محل الصلاة بحيث لا يسع المجتمعين لها غالباً ، والقتال بين الفئتين بشرطه ، وبعد أطراف البلد بأن كان بمحل لا يسمع منه النداء ، أو بمحل لو خرج منه بعد الفجر لم يدركها ، إذ لا يلزمه السعي إليها إلا بعد الفجر اهـ
بغية المسترشدين
√• Pendapat kedua, versi Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani menetapkan hukum boleh dengan syarat tidak menimbulkan fitnah.
Syekh al-Sya’rani berargumen bahwa alasan mengapa para sahabat dan khalifah terdahulu tidak melaksanakan dua Jumat dalam satu dusun karena khawatir menimbulkan fitnah, sebab keadaan pada waktu itu menuntut orang Islam bersatu dalam satu komando imam besar, sehingga apabila ada kelompok yang membuat jumatan tandingan, maka akan menimbulkan stigma negatif dan kekacauan bahwa ada kelompok yang membelot dari al-imam al-A’zham. Potensi fitnah yang demikian seiring berjalannya waktu sudah hilang, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan bila diadakan dua jumatan dalam satu disun. Maka, menurut al-Sya’rani pendirian dua Jumatan dalam satu dusun sah-sah saja sepanjang tidak menimbulkan fitnah.
Di sisi yang lain, menurut al-Sya’rani, tidak ada dalil yang secara tegas melarang pendirian dua jumat dalam satu dusun.
Beliau menegaskan:
فلما ذهب هذا المعنى الذى هو خوف الفتنة من تعدد الجمعة جاز التعدد على الأصل في إقامة الجماعة ولعل ذلك مراد داود بقوله إن الجمعة كسائر الصلوات ويؤيده عمل الناس بالتعدد في سائر الأمصار من غير مبالغة في التفتيش عن سبب ذلك ولعله مراد الشارع ولو كان التعدد منهيا عنه لا يجوز فعله بحال لورود ذلك ولو في حديث واحد فلهذا نفذت همة الشارع في التسهيل على أمته في جواز التعدد في سائر الأمصار حيث كان أسهل عليهم من الجمع في مكان واحد فافهم
الميزان الكبرى ١ / ٢٠٩
√• Pendapat ketiga, versi Syekh Isma’il Zain diperbolehkan asalkan jamaah tidak kurang dari 40 orang di masing-masing tempat. Syekh Isma’il al-Zain, ulama bermadzhab Syafi’i dari Yaman berargumen bahwa tidak ada dalil yang tegas atau bahkan yang mendekati tegas, yang melarang pendirian dua Jum'at dalam satu desa. Bahkan semakin banyak pendirian Jum'at dalam satu dusun justru semakin membesarkan syi’ar Islam. Hanya saja, kebolehan pendirian dua jumat atau lebih tersebut disyaratkan masing-masing Jumat terdiri dari minimal 40 jamaah, sebab jumlah tersebut adalah yang sesuai dengan tuntunan hadits Nabi. Dalam fatwanya, Syekh Isma’il al-Zain mengatakan:
مسألة - ما قولكم في تعدد الجمعة في بلدة واحدة أو قرية واحدة مع تحقق العدد المعتبر في كل مسجد من مساجدها فهل تصح جمعة الجميع أو فيه تفصيل فيما يظهر لكم ؟ (الجواب) أما مسألة تعدد الجمعة فالظاهر جواز ذلك مطلقا بشرط أن لا ينقص عدد كل عن أربعين رجلا فإن نقص عن ذلك إنضموا إلى أقرب جمعة إليهم إذ لم ينقل عن النبي (أنه جمع بأقل من ذلك وكذلك سلف الصالح من بعده) والقول بعدم الجواز إلا عند تعذر الاجتماع في مكان واحد ليس عليه دليل صريح ولا ما يقرب من الصريح لا نصا ولا شبهه بل أن سر مقصود الشرع هو في إظهار الشعار في ذلك اليوم وأن ترفع الأصوات على المنابر بالدعوة إلى الله والنصح للمسلمين فكلما كانت المنابر أكثر كانت الشعارات أظهر وتبارزت عزة دين الإسلام في آن واحد في أماكن متعدد إذا كان كل مسجد عامرا بأربعين فأكثر هذا هو الظاهر لي والله ولى التوفيق اهـ
å Solusinya pihak otoritas sekolah mengupayakan 40 orang penduduk dusun setempat yg sudah balig dan tdk pindah-pindah, (bukan penguntrak) agar ikut jum'atan di sekolah dg taqlid kepada syeh ismail zain.
Komentar
Posting Komentar