MEMOMPA AIR PDAM
KRISIS AIR PDAM
DESKRIPSI MASALAH
Pasokan Air PDAM di kota surabaya barat utamanya di kecamatan Pakal tiap tahun selalu berkurang, yang dulunya bisa mengalir sendiri ke tandon atau kamar mandi, tapi saat ini tidak bisa lagi. Karena air merupakan kebutuhan primer manusia, maka berbagai carapun dilakukan untuk mendapatkan air PDAM tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menyedotnya memompanya dengan pompo air, usaha ini memang tergolong berhasil, tetapi disamping itu ada saja dampak negatif yang ditimbulkan dari cara tersebut, yaitu air keluar tidak secara merata, ada yang lancar ada yang tidak, bahkan ada yang tidak mengalir sama sekali, apalagi orang yang tidak memasang pompa maka sudah barang tentu tidak akan mendapat air sama sekali. Tetapi walaupun demikian dia setiap bulannya masih tetap mendapatkan tagian dari pihakME PDAM dengan alasan sewa meteran.
PERTANYAAN
a. Bagaimana hukum memompa air seperti pada deskripsi di atas?
b. Bagaimana hukum pihak PDAM yang masih mengenakan tagihan kepada pelanggan yang sudah tidak pernah mengalir airnya dengan alasan sewa meteran?
Sail : A'AN MAHBUB,
Cluwak, Pati Jawa Tengah
Jawaban
PERDA
Sambungan ilegal adalah sambungan air minum yang dilakukan oleh orang atau badan dengan cara :
√ .Menyadap air minum langsung dari pipa distribusi .
√ .Menghubungkan atau menyambung pipa persil dengan pipa dinas tanpa melalui meter air.
√ .Mengubah letak atau ukuran pipa dinas yang telah terpasang.
√ .Mendistribusikan air minum ke luar persil pelanggan.
√ .Menyedot air langsung dari pipa persil dengan alat.
Jadi, barang siapa yang melepaskan, menghilangkan, serta merusak meter air dengan cara membalikkan arah meter air maka akan tergolong dalam perbuatan melawan hukum. Baik itu pelanggan resmi maupun bukan, dan wajib membayar ganti rugi penggantian meter, ancaman pidana selama-lamanya 3 bulan dan otomatis aliran air akan diputus, dengan demikian pertanyaan sub a. dapat di jawab :
a). Hukumnya adalah tidak boleh, (masuk dalam kategori Ghashab) sebab mata air yg di alirkan melalui pipa milik PDAM statusnya adalah menjadi milik PDAM, dan konsekwensi dari pelanggaran tersebut sepenuhnya mengikuti konsekwensi dalam bab Ghashab.
Refrensi
Tentang kronologi kepemilikan air PDAM.
b). Pihak PDAM tidak boleh memberlakukan beban sewa pada saat meteran tidak aktif disebabkan air tidak mengalir (kekeringan).
akan tetapi jika aliran air sekedar tidak maksimal (tidak lancar) maka pihak PDAM boleh menagih ongkos sewa meteran sesuai dengan ujroh mitsil.
Refrensi
Seputar hukum sewa meteran dengan bayar bulanan
kesepakatan antara PDAM dan pelanggan dengan membayar beban meteran setiap bulan di sebut akad Ijaroh, namun terkait keabsahan akad tsb dalam tanggapan ulama' masih variatif.
√ .Menurut Ulama' Hanafiyah, Malikiyah, dan sebagian Hanabilah " akad sewa dengan sistem bayar bulanan tanpa menyebut batas ahir sewa, Hukumnya adalah shah, Namun yg di anggap luzum hanya pada bulan pertama saja, sedangkan pada bulan kedua dan seterusnya bisa di anggap luzum pada saat setiap masuk pemakaian di bulan -bulan berikutnya".
√ .Menurut Imam Ibnu qudamah (Hanbaliy) sistem sewa tsb (sewa bayar bulanan) secara umum di hukumi shah, sedangkan alasan absahan bulan kedua dan seterusnya sifatnya mengekor pada akad yg pertama dan statusnya seperti halnya akad bil Mu'athoh acuannya karena adanya kesepakatan harga dan persetujuan membayar secara bulanan.
√ .Menurut Ulama' Malikyah : Akad sewa tsb secara keseluruhan adalah shah, namun belum ada yg luzum, dalam arti bisa di batalkan kapanpun saja.
√ .Menurut Imam Al syafi'i sendiri dalam kitab Imla'nya (dan qoul ini di sinyalir sebagai muqobili al shahih dalam madzhab al syafi'iyah) mengatakan "akad sewanya shah utk bulan yg pertama saja, sedangkan utk bulan berikutnya di hukumi tdk shah".
DESKRIPSI MASALAH
Pasokan Air PDAM di kota surabaya barat utamanya di kecamatan Pakal tiap tahun selalu berkurang, yang dulunya bisa mengalir sendiri ke tandon atau kamar mandi, tapi saat ini tidak bisa lagi. Karena air merupakan kebutuhan primer manusia, maka berbagai carapun dilakukan untuk mendapatkan air PDAM tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menyedotnya memompanya dengan pompo air, usaha ini memang tergolong berhasil, tetapi disamping itu ada saja dampak negatif yang ditimbulkan dari cara tersebut, yaitu air keluar tidak secara merata, ada yang lancar ada yang tidak, bahkan ada yang tidak mengalir sama sekali, apalagi orang yang tidak memasang pompa maka sudah barang tentu tidak akan mendapat air sama sekali. Tetapi walaupun demikian dia setiap bulannya masih tetap mendapatkan tagian dari pihakME PDAM dengan alasan sewa meteran.
PERTANYAAN
a. Bagaimana hukum memompa air seperti pada deskripsi di atas?
b. Bagaimana hukum pihak PDAM yang masih mengenakan tagihan kepada pelanggan yang sudah tidak pernah mengalir airnya dengan alasan sewa meteran?
Sail : A'AN MAHBUB,
Cluwak, Pati Jawa Tengah
Jawaban
PERDA
Sambungan ilegal adalah sambungan air minum yang dilakukan oleh orang atau badan dengan cara :
√ .Menyadap air minum langsung dari pipa distribusi .
√ .Menghubungkan atau menyambung pipa persil dengan pipa dinas tanpa melalui meter air.
√ .Mengubah letak atau ukuran pipa dinas yang telah terpasang.
√ .Mendistribusikan air minum ke luar persil pelanggan.
√ .Menyedot air langsung dari pipa persil dengan alat.
Jadi, barang siapa yang melepaskan, menghilangkan, serta merusak meter air dengan cara membalikkan arah meter air maka akan tergolong dalam perbuatan melawan hukum. Baik itu pelanggan resmi maupun bukan, dan wajib membayar ganti rugi penggantian meter, ancaman pidana selama-lamanya 3 bulan dan otomatis aliran air akan diputus, dengan demikian pertanyaan sub a. dapat di jawab :
a). Hukumnya adalah tidak boleh, (masuk dalam kategori Ghashab) sebab mata air yg di alirkan melalui pipa milik PDAM statusnya adalah menjadi milik PDAM, dan konsekwensi dari pelanggaran tersebut sepenuhnya mengikuti konsekwensi dalam bab Ghashab.
Refrensi
[ابن حجر الهيتمي، الفتاوى الفقهية الكبرى، ١٧١/٣]
وَقَدْ جَرَى ابْنُ الصَّلَاحِ فِي فَتَاوِيهِ عَلَى مَا يُوَافِقُ مَا ذَكَرْته
فَإِنَّهُ سُئِلَ عَمَّنْ لَهُ دُولَابٌ عَلَى نَهْرٍ عَظِيمٍ غَيْرِ مَمْلُوكٍ يُدِيرُهُ الْمَاءُ بِنَفْسِهِ وَيَرْتَفِعُ الْمَاءُ إلَيْهِ فِي مَوَاضِعَ مُهَيَّأَةٍ لَهُ فَهَلْ يَدْخُلُ الْمَاءُ فِي مِلْكِهِ بِمُجَرَّدِ صَيْرُورَتِهِ فِي كِيزَانِ الدُّولَابِ كَمَا لَوْ اسْتَسْقَاهُ بِنَفْسِهِ فِي إنَاءٍ وَلَوْ كَانَ الْمَاءُ يَنْصَبُّ مِنْ الدُّولَابِ فِي سَاقِيَةٍ مُخْتَصَّةٍ بِمِلْكِ صَاحِبِ الدُّولَاب، فَجَاءَ جَارٌ لَهُ فَخَرَقَ السَّاقِيَةَ حَتَّى انْصَبَّ الْمَاءُ إلَى أَرْضِ الْجَارِ وَسَقَى بِهِ أَرْضَهُ فَمَا الَّذِي يَلْزَمُهُ أَمِثْلُ الْمَاءِ أَمْ ثَمَنُ مِثْلِهِ أَمْ أُجْرَةُ مِثْلُ الدُّولَابِ لِلْمُدَّةِ الَّتِي انْتَفَعَ فِيهَا الْغَاصِبُ بِالْمَاءِ وَأُجْرَةُ مَا يُجْرَى مَجْرَاهُ مِنْ السَّاقِيَةِ وَغَيْرِهَا أَمْ يَجِبُ عَلَيْهِ ثَمَنُ الْمَاءِ وَالْأُجْرَةُ جَمِيعًا؟
(فَأَجَابَ) : نَعَمْ يَمْلِكُهُ بِمُجَرَّدِ حُصُولِهِ فِي كِيزَانِ الدُّولَابِ، وَيَجِبُ عَلَى الْجَارِ الْغَاصِبِ مِثْلُ ذَلِكَ الْمَاءِ مُحَصَّلًا فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي كَانَ الْمَأْخُوذُ مُعَدَّ السُّقْيَةِ بِهِ، فَإِنْ تَرَاضَيَا عَلَى أَخْذِ قِيمَتِهِ جَازَ، وَهَذَا بِخِلَافِ مَا لَوْ أَخَذَ فِي الْبَادِيَةِ مَاءً أَخْذًا يُوجِبُ الضَّمَانَ حَيْثُ قُلْنَا يَضْمَنُهُ فِي الْحَضَرِ بِقِيمَتِهِ لَا بِمِثْلِهِ؛ لِأَنَّ الْمُقَدَّرَ بِقَدْرِهِ فِي الْحَضَرِ لَيْسَ مِثْلًا لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ التَّفَاوُتِ الْعَظِيمِ فِي الْمَالِيَّةِ، وَهَذَا عَلَى الْوَجْهِ الْمَذْكُورِ لَا تَفَاوُتَ فِيهِ وَالْمَاءُ مِثْلِيٌّ اهـ.
الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ٤٦٦١/٦
النوع الأول ـ
الماء المحرز في أوان خاصة: هو ما حازه صاحبه في آنية أو ظروف خاصة كالجرار والصهاريج والحياض والأنابيب، ومنه مياه الشركات في المدن المتخصصة لتأمين ماء الدور. وهذا الماء ملك خاص لمن أحرزه، بالاستيلاء عليه ككل مباح يمتلك بإحرازه. فليس لأحد حق الانتفاع به إلا بإذن صاحبه، ولصاحبه بيعه أو التصرف به كما يشاء .
الموسوعة الفقهية الكويتية، ١٦٣/٤
تَنَوُّعُ الاِسْتِيلاَءِ:
21 - الاِسْتِيلاَءُ يَكُونُ حَقِيقِيًّا بِوَضْعِ الْيَدِ عَلَى الشَّيْءِ الْمُبَاحِ فِعْلاً، وَهَذَا لاَ يَحْتَاجُ إِلَى نِيَّةٍ وَقَصْدٍ، صَرَّحَ بِذَلِكَ الشَّافِعِيَّةُ،
قَال الرَّمْلِيُّ فِي نِهَايَةِ الْمُحْتَاجِ: يُمْلَكُ الصَّيْدُ بِضَبْطِهِ بِالْيَدِ، لأَِنَّهُ مُبَاحٌ، فَمُلِكَ بِوَضْعِ الْيَدِ عَلَيْهِ كَسَائِرِ الْمُبَاحَاتِ، سَوَاءٌ أَقَصَدَ بِذَلِكَ مِلْكَهُ أَمْ لاَ، حَتَّى لَوْ أَخَذَهُ لِيَنْظُرَ إِلَيْهِ مَلَكَهُ. وَيُفْهَمُ ذَلِكَ مِنْ كَلاَمِ سَائِرِ الْمَذَاهِبِ، وَإِنَّمَا تَثْبُتُ بِالاِسْتِيلاَءِ الْحَقِيقِيِّ الْمِلْكِيَّةُ مُسْتَقِرَّةً، وَكَذَلِكَ يَكُونُ الاِسْتِيلاَءُ حَقِيقِيًّا إِذَا كَانَ بِآلَةٍ أُعِدَّتْ لِذَلِكَ، وَكَانَ وَاضِعُهَا قَرِيبًا مِنْهَا، بِحَيْثُ لَوْ مَدَّ يَدَهُ إِلَيْهَا لأََمْسَكَ الصَّيْدَ، لأَِنَّهُ لَيْسَ بِمُمْتَنِعٍ عَلَيْهِ.
وَمِنْ هَذَا لَوْ نَصَبَ شَبَكَةً لِلصَّيْدِ فَوَقَعَ فِيهَا طَائِرٌ وَامْتَنَعَ عَلَيْهِ الطَّيَرَانُ، أَوْ أَغْرَى كَلْبًا مُعَلَّمًا فَاصْطَادَ حَيَوَانًا، فَإِنَّ مَنْ نَصَبَ الشَّبَكَةَ وَمَنْ أَغْرَى الْكَلْبَ يَتَمَلَّكُ الصَّيْدَ، سَوَاءٌ أَكَانَ هُوَ مَالِكُ الشَّبَكَةِ وَالْكَلْبِ أَمْ كَانَ الْمَالِكُ غَيْرَهُ.
22 - وَيَكُونُ الاِسْتِيلاَءُ حُكْمِيًّا، وَهُوَ مَا كَانَ بِوَاسِطَةِ الآْلَةِ وَحْدَهَا الَّتِي تُهَيِّئُ الْمُبَاحَ لِوَضْعِ الْيَدِ عَلَيْهِ، وَلَمْ يَكُنْ وَاضِعُهَا قَرِيبًا مِنْهَا. كَحُفْرَةٍ فِي جَوَرَةِ الْمُنْتَفِعِ بِالأَْرْضِ أَوْ مَالِكِهَا تَجَمَّعَ فِيهَا مَاءُ الْمَطَرِ، فَلاَ بُدَّ لِتَمَلُّكِ مَا تَجَمَّعَ فِيهَا مِنْ مَاءٍ مِنْ وُجُودِ الْقَصْدِ،
أَمَّا مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ فَإِنَّ الْمِلْكِيَّةَ تَثْبُتُ غَيْرَ مُسْتَقِرَّةٍ، وَلاَ تَسْتَقِرُّ إِلاَّ بِصَيْرُورَةِ الاِسْتِيلاَءِ حَقِيقِيًّا، وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْمَذَاهِبِ.
23 - وَقَدْ سُئِل الْحَلْوَانِيُّ الْحَنَفِيُّ عَمَّنْ عَلَّقَ كُوزَهُ، أَوْ وَضَعَهُ فِي سَطْحِهِ، فَأَمْطَرَ السَّحَابُ وَامْتَلأََ الْكُوزُ مِنَ الْمَطَرِ، فَجَاءَ إِنْسَانٌ وَأَخَذَ ذَلِكَ الْكُوزَ مَعَ الْمَاءِ، هَل لِصَاحِبِ الْكُوزِ أَنْ يَسْتَرِدَّهُ مَعَ الْمَاءِ؟ فَقَال: لاَ إِشْكَال فِي اسْتِرْدَادِ الْكُوزِ، وَأَمَّا الْمَاءُ فَإِنْ كَانَ قَدْ أُعِدَّ الْكُوزُ لِذَلِكَ حُقَّ لَهُ أَنْ يَسْتَرِدَّهُ، وَإِنْ لَمْ يُعِدَّهُ لِذَلِكَ لَمْ يَسْتَرِدَّهُ.
وَلَوْ الْتَجَأَ صَيْدٌ إِلَى أَرْضِ رَجُلٍ أَوْ إِلَى دَارِهِ، فَلاَ يُعَدُّ ذَلِكَ اسْتِيلاَءً مِنْ صَاحِبِ الأَْرْضِ أَوِ الدَّارِ، لأَِنَّهُمَا لَمْ يُعَدَّا لِلاِصْطِيَادِ، لأَِنَّهُ لَمْ يَحْدُثْ مِنْهُ فِعْل الاِسْتِيلاَءِ، أَمَّا إِذَا رَدَّ عَلَيْهِ صَاحِبُ الدَّارِ الْبَابَ بِنِيَّةِ أَخْذِهِ مَلَكَهُ، لِتَحَقُّقِ الاِسْتِيلاَءِ عَلَيْهِ بِفِعْلِهِ مَعَ إِمْكَانِ أَخْذِهِ.
وَمَنْ نَصَبَ فُسْطَاطًا فَالْتَجَأَ إِلَيْهِ صَيْدٌ لَمْ يَمْلِكْ، لأَِنَّ الْفُسْطَاطَ لَمْ يَكُنْ آلَةَ صَيْدٍ، وَمَا كَانَ نَصَبَهُ بِقَصْدِ الاِسْتِيلاَءِ عَلَى الصَّيْدِ، وَكَذَا لَوْ نَصَبَ شَبَكَةً لِلتَّجْفِيفِ فَتَعَلَّقَ بِهَا صَيْدٌ وَلَمْ يَكُنْ مَنْ عَلَّقَ الشَّبَكَةَ حَاضِرًا بِالْقُرْبِ مِنْهَا فَإِنَّهُ لاَ يَمْلِكُهُ، إِذْ الْقَصْدُ مَرْعِيٌّ فِي التَّمَلُّكِ، وَمَعَ هَذَا فَإِنَّهُ أَحَقُّ بِهِ مِنْ غَيْرِهِ إِنْ حَضَرَ وَهُوَ مُعَلَّقٌ بِالشَّبَكَةِ.
وَتَفْصِيل كُل ذَلِكَ فِي مُصْطَلَحِ (اصْطِيَادٌ) . (2)
الموسوعة الفقهية الكويتية، ٣٨٦/٤١
أ - النَّهْرُ الْعَظِيمُ وَحَقُّ الاِنْتِفَاعِ بِهِ:
6 - إِذَا كَانَ النَّهْرُ عَظِيمًا لاَ يَتَأَتَّى تَزَاحُمُ النَّاسِ فِيهِ، كَنَهْرِ النِّيل وَالْفُرَاتِ وَدِجْلَةَ، فَلِكُل إِنْسَانٍ أَنْ يَنْتَفِعَ بِهِ فَيَشْرَبَ وَيَسْقِيَ دَوَابَّهُ مَتَى شَاءَ وَكَيْفَ شَاءَ، لأَِنَّهُ لاَ مِلْكَ لأَِحَدٍ فِي الْمَاءِ وَلاَ فِي رَقَبَةِ النَّهْرِ، وَلأَِنَّ الْمَاءَ مَوْجُودٌ بِإِيجَادِ اللَّهِ تَعَالَى فَيَبْقَى عَلَى الإِْبَاحَةِ (1) وَقَدْ قَال النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ: الْمَاءِ وَالْكَلإَِ وَالنَّارِ (2) .
وَلِكُل أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ أَنْ يَشُقَّ مِنْ هَذِهِ الأَْنْهَارِ نَهْرًا إِلَى أَرْضِهِ، بِأَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً بِإِذْنِ الإِْمَامِ، فَلَهُ أَنْ يَشُقَّ إِلَيْهَا نَهْرًا، وَلَيْسَ لِلإِْمَامِ وَلاَ لأَِحَدٍ مَنْعُهُ إِذَا لَمْ يَضُرَّ بِالنَّهْرِ، وَلَهُ أَنْ يَنْصِبَ عَلَيْهِ رَحًى وَدَالِيَةً وَسَانِيَةً إِذَا لَمْ يَضُرَّ بِالنَّهْرِ، لأَِنَّ هَذِهِ الأَْنْهَارَ لَمْ تَدْخُل تَحْتَ يَدِ أَحَدٍ فَلاَ يَثْبُتُ الاِخْتِصَاصُ بِهَا لأَِحَدٍ فَكَانَ النَّاسُ فِيهَا سَوَاءً، وَكُل وَاحِدٍ بِسَبِيلٍ مِنَ الاِنْتِفَاعِ، لَكِنْ بِشَرِيطَةِ عَدَمِ الضَّرَرِ بِالنَّهْرِ كَالاِنْتِفَاعِ بِطَرِيقِ الْعَامَّةِ.
فَإِنْ أَضَرَّ بِالنَّهْرِ أَوْ بِعَامَّةِ النَّاسِ كَأَنْ يُفِيضَ الْمَاءَ وَيُفْسِدَ حُقُوقَ النَّاسِ، أَوْ يَنْقَطِعَ الْمَاءُ عَنِ النَّهْرِ الأَْعْظَمِ أَوْ يَمْنَعَ جَرَيَانَ السُّفُنِ فَلِكُل وَاحِدٍ مُسْلِمًا كَانَ أَوْ ذِمِّيًّا أَوْ مُكَاتِبًا مَنْعُهُ، لأَِنَّهُ حَقٌّ لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَإِبَاحَةُ التَّصَرُّفِ فِي حَقِّهِمْ مَشْرُوطَةٌ بِانْتِفَاءِ الضَّرَرِ كَالتَّصَرُّفِ فِي الطَّرِيقِ الأَْعْظَمِ (1) .
وَقَدْ سُئِل أَبُو يُوسُفَ عَنْ نَهْرِ مَرْوَ وَهُوَ نَهْرٌ عَظِيمٌ أَحْيَا رَجُلٌ أَرْضًا كَانَتْ مَوَاتًا فَحَفَرَ لَهَا نَهْرًا فَوْقَ مَرْوَ مِنْ مَوْضِعٍ لَيْسَ يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَسَاقَ الْمَاءَ إِلَيْهَا مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ فَقَال أَبُو يُوسُفَ: إِنْ كَانَ يَدْخُل عَلَى أَهْل مَرْوَ ضَرَرٌ فِي مَائِهِمْ لَيْسَ لَهُ ذَلِكَ، وَإِنْ كَانَ لاَ يَضُرُّهُمْ فَلَهُ ذَلِكَ وَلَيْسَ لَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُ، وَسُئِل أَيْضًا إِذَا كَانَ لِرَجُلٍ مِنْ هَذَا النَّهْرِ كُوًى مَعْرُوفَةٌ هَل لَهُ أَنْ يَزِيدَ فِيهَا؟ فَقَال: إِنْ زَادَ فِي مِلْكِهِ وَذَلِكَ لاَ يَضُرُّ بِأَهْل النَّهْرِ فَلَهُ ذَلِكَ (2) .
Tentang kronologi kepemilikan air PDAM.
(ﻭﺳﺌﻞ) ﻋﻦ ﻗﻮﻝ اﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﻣﻦ ﺃﺧﺬ ﻣﻨﻪ ﺃﻱ ﻣﻦ اﻟﻤﺎء اﻟﻤﺒﺎﺡ ﺷﻴﺌﺎ ﻓﻲ ﺇﻧﺎء ﻭﺟﻌﻠﻪ ﻓﻲ ﺣﻮﺽ ﻣﻠﻜﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ: ﻭﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ اﻹﻧﺎء ﻭﺳﻮﻗﻪ ﺇﻟﻰ ﺑﺮﻛﺔ ﺃﻭ ﺣﻔﺮﺓ ﻓﻲ ﺃﺭﺿﻪ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ....
ﻓﻤﺎ اﻟﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺟﻌﻠﻪ ﻓﻲ اﻟﺤﻮﺽ ﻭﺳﻮﻗﻪ ﺇﻟﻰ ﺑﺮﻛﺔ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻣﻦ ﺃﻣﻼﻛﻪ ﺣﻴﺚ ﻳﻤﻠﻜﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺩﺧﻮﻟﻪ اﻷﻣﻼﻙ ﻣﻦ ﻧﻬﺮ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﺣﻴﺚ ﻻ ﻳﻤﻠﻜﻪ ﻓﻠﻢ ﻻ ﻳﻌﺘﺒﺮ اﻟﻘﺼﺪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ...
ﻭﺇﺫا ﺛﺒﺖ ﺗﺄﺻﻞ اﻹﺑﺎﺣﺔ ﻓﻴﻪ اﺣﺘﻴﺞ ﻓﻲ ﺗﻤﻠﻜﻪ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﺐ ﻗﻮﻱ ﺩاﻝ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺻﺮﻳﺤﺎ
ﻭﺫﻟﻚ اﻟﺴﺒﺐ اﻟﻘﻮﻱ، ﺇﻣﺎ ﺃﺧﺬﻩ ﻓﻲ ﺇﻧﺎء ﻛﻤﺎ ﻋﺒﺮ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﻣﺮاﺩﻩ ﺑﺬﻟﻚ ﺣﻴﺎﺯﺗﻪ ﻓﻴﻪ ﻛﻤﺎ ﻋﺒﺮ ﺑﻪ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻭﻳﺆﺧﺬ ﻣﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﺃﺩﺧﻞ ﻛﻮﺯا ﻓﻲ ﻣﺎء ﻣﺒﺎﺡ ﻓﻤﻸﻩ ﻣﻨﻪ ﻣﻠﻚ ﻣﺎ ﺣﻮاﻩ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﻓﻊ اﻟﻜﻮﺯ ﻣﻦ اﻟﻤﺎء، ﺑﻞ ﺃﺑﻘﺎﻩ ﻓﻴﻪ؛ ﻷﻥ ﻫﺬا ﺣﻴﺎﺯﺓ ﻻ ﺃﺧﺬ ﺇﺫ ﻫﻲ اﻻﺣﺘﻮاء ﻋﻠﻰ اﻟﺸﻲء، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻘﻠﻪ ﻓﻬﻲ ﺃﻋﻢ ﻣﻄﻠﻘﺎ،
ﻭﺃﻣﺎ ﺟﻌﻠﻪ ﻓﻲ ﺣﻮﺽ ﻣﺴﺪﻭﺩ اﻟﻤﻨﺎﻓﺬ، ﻭﻟﻴﺲ اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺎﻟﺤﻮﺽ ﺧﺼﻮﺻﻪ ﻛﻤﺎ ﻗﺪ ﻳﺘﻮﻫﻢ ﻣﻦ ﻋﺒﺎﺭﺓ اﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﺃﺻﻠﻬﺎ. ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﻪ ﻣﺎ ﺻﺮﺡ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻛﺎﻟﻘﻤﻮﻟﻲ ﻭاﻷﺫﺭﻋﻲ ﻭاﻟﺰﺭﻛﺸﻲ ﻭﺁﺧﺮﻳﻦ ﻣﻤﺎ ﻳﺸﻤﻞ اﻟﺒﺮﻛﺔ ﻭاﻟﺼﻬﺮﻳﺞ ﻭاﻟﺤﻔﺮﺓ ﻓﻲ ﺃﺭﺿﻪ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ،
ﻭﺣﻴﻨﺌﺬ ﻓﺎﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺠﻌﻠﻪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻭﺳﻮﻗﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﻭاﺣﺪ ﻭﻫﻮ ﺣﺼﻮﻝ اﻟﻤﺎء ﻓﻲ ﻭاﺣﺪ ﻣﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﺑﻔﻌﻠﻪ ﻛﺄﻥ ﻳﻔﺘﺢ ﺳﺪا ﺑﻴﻦ ﻧﺤﻮ اﻟﺤﻮﺽ ﻭاﻟﻤﺎء اﻟﻤﺒﺎﺡ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ
ﻭﺃﻣﺎ ﺩﺧﻮﻟﻪ ﻓﻲ ﻣﻠﻜﻪ ﺑﻔﻌﻠﻪ اﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻠﻚ ﻟﻀﻌﻔﻪ ﻛﺄﻥ ﻳﺤﻔﺮ ﻧﻬﺮا ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ اﻟﻤﺎء ﻣﻦ اﻟﻮاﺩﻱ اﻟﻌﻈﻴﻢ ﺃﻭ ﻣﻦ اﻟﻨﻬﺮ اﻟﻤﻨﺨﺮﻕ ﻣﻨﻪ ﻓﺎﻟﻤﺎء ﺑﺎﻕ ﻋﻠﻰ ﺇﺑﺎﺣﺘﻪ، ﻟﻜﻦ ﻣﺎﻟﻚ اﻟﻨﻬﺮ ﺃﺣﻖ ﺑﻪ ﻛﺎﻟﺴﻴﻞ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﻣﻠﻜﻪ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺟﻌﻠﻮا ﻓﻌﻠﻪ ﻫﻨﺎ ﻭﻫﻮ اﻟﺤﻔﺮ ﻻ ﻳﻘﺘﻀﻲ ﻣﻠﻜﺎ ﺑﺨﻼﻓﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻣﺮ ﻓﻲ ﺻﻮﺭﺓ اﻟﺤﻮﺽ ﻭﻧﺤﻮﻩ؛ ﻷﻥ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﻄﺮﺩﺓ ﺑﺄﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﺑﺤﻔﺮﻫﺎ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﺩﺓ اﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻤﺎﺋﻬﺎ ﻓﻲ ﺳﻘﻲ اﻟﻤﺰاﺭﻉ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻓﻠﺬﻟﻚ ﺟﻌﻠﻮﻩ ﺳﺒﺒﺎ ﻓﻲ ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺣﻖ ﺑﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻟﻜﻮﻥ ﻫﺬا اﻻﺳﺘﺤﻘﺎﻕ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ اﻟﻤﺎء ﻋﻦ ﺃﺻﻠﻪ ﻣﻦ اﻹﺑﺎﺣﺔ اﻛﺘﻔﻰ ﻓﻴﻪ ﺑﺎﻟﺴﺒﺐ اﻟﻀﻌﻴﻒ ﻭﻫﻮ ﻣﺠﺮﺩ ﺩﺧﻮﻟﻪ ﻓﻲ ﻣﻠﻜﻪ ﺑﺨﻼﻑ ﻣﻠﻜﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﺃﺻﻠﻪ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻓﺎﺣﺘﻴﺞ ﻓﻴﻪ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﺐ ﻗﻮﻱ. ﻭﻫﻮ ﺣﻴﺎﺯﺗﻪ ﺃﻭ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻡ ﻣﻘﺎﻣﻬﺎ ﻣﻦ ﺇﺩﺧﺎﻟﻪ ﻣﺤﻼ ﻳﻘﺼﺪ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﺑﺤﻴﺎﺯﺗﻪ ﻓﻴﻪ ﻣﻠﻜﻪ ﻭاﻟﺘﺼﺮﻑ ﻓﻴﻪ ﺑﺎﻟﺒﻴﻊ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻛﺎﻟﺤﻮﺽ ﻭاﻟﺼﻬﺮﻳﺞ،
ﻓﺒﺎﻥ ﺑﻬﺬا اﻟﺬﻱ ﻗﺮﺭﺗﻪ ﻓﺮﻗﺎﻥ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺇﺩﺧﺎﻟﻪ ﻟﻨﺤﻮ اﻟﺤﻮﺽ، ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻤﻠﻚ ﺑﻪ ﻭﺇﺩﺧﺎﻟﻪ ﻟﻨﺤﻮ اﻟﻨﻬﺮ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻤﻠﻚ ﻛﻤﺎ ﻳﺼﺮﺡ ﺑﻪ ﻛﻼﻡ اﻷﺫﺭﻋﻲ اﻵﺗﻲ ﻋﻠﻰ اﻹﺛﺮ ﻭﺑﺎﻥ ﺑﻪ ﺃﻳﻀﺎ اﻟﺠﻮاﺏ ﻋﻦ ﻗﻮﻝ اﻷﺫﺭﻋﻲ ﻓﻲ ﺗﻮﺳﻄﻪ،
ﻭﻛﻨﺖ ﺃﻭﺩ ﻟﻮ ﻗﻴﻞ: ﺇﻥ ﺃﺟﺮﻯ ﺣﺎﻓﺮ اﻟﻨﻬﺮ ﺃﻭ اﻟﻘﻨﺎﺓ اﻟﻤﺎء ﻓﻴﻤﺎ ﺣﻔﺮﻩ ﻣﻨﻬﺎ ﻣﻠﻜﻪ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﺣﺎﺯﻩ ﻓﻲ ﺇﻧﺎﺋﻪ، ﻭﻭﺟﻪ اﻟﺠﻮاﺏ ﻋﻨﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺮﺭ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺇﺟﺮاءﻩ ﻓﻲ ﻧﺤﻮ اﻟﻨﻬﺮ ﻻ ﻳﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﺗﻤﻠﻜﻪ ﻋﺎﺩﺓ ﺑﺨﻼﻑ ﺣﻮﺯﻩ ﻓﻲ ﺇﻧﺎء ﻭﻧﺤﻮﻩ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﺘﺒﺮ اﻟﻘﺼﺪ ﻓﻲ اﻹﺟﺮاء ﺇﻟﻰ ﻧﺤﻮ اﻟﻨﻬﺮ، ﻭاﻋﺘﺒﺮﻭﻩ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻷﺭﺽ ﻟﺘﻮﺣﻞ اﻟﺼﻴﺪ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻟﻤﺎ ﻗﺮﺭﺗﻪ ﺃﻳﻀﺎ ﻣﻦ ﺃﻥ اﻟﺴﻘﻲ ﻟﺘﻮﺣﻞ اﻟﺼﻴﺪ ﻭاﻟﺒﻨﺎء ﻟﺘﻌﺸﻴﺶ اﻟﻄﺎﺋﺮ ﻻ ﻳﻔﻌﻞ ﻋﺎﺩﺓ ﺇﻻ ﻟﻘﺼﺪ ﺗﻤﻠﻚ اﻟﺼﻴﺪ ﻭاﻟﻄﻴﺮ، ﻓﺠﺮﻭا ﻓﻴﻬﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺘﻀﻰ اﻟﻌﺎﺩﺓ اﻟﻤﻄﺮﺩﺓ اﻟﻤﺤﻜﻤﺔ ﻓﻲ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ ﻭﻓﻲ اﻟﻤﻴﺎﻩ ﻭﺗﻤﻠﻜﻬﺎ ﻭاﺳﺘﺤﻘﺎﻗﻬﺎ ﻭﺟﺮﻭا ﻓﻲ اﻟﺤﻔﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺘﻀﺎﻫﺎ ﺃﻳﻀﺎ ﻣﻦ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﺼﺪ ﻣﻨﻪ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﺇﻻ اﻻﺭﺗﻔﺎﻕ ﺑﺎﻟﻤﻴﺎﻩ ﻭاﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻬﺎ ﺩﻭﻥ ﺗﻤﻠﻜﻬﺎ ﻭاﻟﺘﺼﺮﻑ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﻊ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﻣﻌﺮﻭﻑ.
ﺃﻻ ﺗﺮﻯ ﺃﻥ ﻣﻴﺎﻩ ﻧﺤﻮ اﻟﺼﻬﺎﺭﻳﺞ ﻭاﻟﺒﺮﻙ ﻻ ﺗﺘﺨﺬ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﺇﻻ ﻟﻠﺘﺼﺮﻑ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﻊ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﺑﺨﻼﻑ ﻣﻴﺎﻩ اﻷﻧﻬﺎﺭ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﺘﺨﺬ ﻟﺬﻟﻚ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻭﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﻣﻦ ﻗﺼﺪ ﻣﺎ ﻳﻮاﻓﻖ اﻟﻌﺎﺩﺓ اﻋﺘﺪ ﺑﻘﺼﺪﻩ، ﺑﻞ ﻣﺎ ﻳﻮاﻓﻘﻬﺎ ﻻ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﻓﻲ اﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﻳﻤﻠﻚ اﻟﻤﺎء ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻧﺤﻮ اﻟﺤﻮﺽ اﻟﺴﺎﺑﻘﺔ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ ﺗﻤﻠﻜﻪ ﻭﻣﺎ ﺧﺎﻟﻒ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻻ ﻳﻌﺘﺪ ﺑﻪ، ﻭﺇﻥ ﻗﺼﺪ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﻟﻢ ﻳﻜﺘﻒ ﺑﺎﻹﺟﺮاء ﻓﻲ اﻟﻨﻬﺮ، ﻭﺇﻥ ﻗﺼﺪ ﺑﻪ اﻟﺘﻤﻠﻚ ﻓﺈﻥ ﻗﻠﺖ: ﻟﻢ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺳﻘﻲ اﻷﺭﺽ ﻟﺘﻮﺣﻞ اﻟﺼﻴﺪ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﺑﻴﻦ اﻟﻘﺼﺪ ﻭﻋﺪﻣﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﻔﺮﻕ ﻓﻲ اﻟﻤﺎء ﻛﺬﻟﻚ ﻓﺈﻧﻪ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻧﺤﻮ اﻟﺤﻮﺽ ﻳﻤﻠﻜﻪ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ ﻭﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻹﺟﺮاء ﺇﻟﻰ اﻟﻨﻬﺮ ﻻ ﻳﻤﻠﻜﻪ، ﻭﺇﻥ ﻗﺼﺪ
ﻗﻠﺖ: ﺣﻜﻤﺔ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﺗﻘﺮﺭ ﻣﻦ ﺃﻥ اﻹﺑﺎﺣﺔ ﻣﺘﺄﺻﻠﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺎء ﻓﺈﺫا ﻭﺟﺪ ﺳﺒﺐ ﻗﻮﻱ ﻳﺨﺮﺟﻪ ﻋﻦ ﺃﺻﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺤﺘﺞ ﻣﻌﻪ ﺇﻟﻰ ﻗﺼﺪ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺳﺒﺐ ﻗﻮﻱ ﻟﻢ ﻳﺆﺛﺮ ﻣﻌﻪ اﻟﻘﺼﺪ، ﻭﺃﻣﺎ ﻧﺤﻮ اﻟﺼﻴﺪ ﻓﻠﻴﺲ اﻷﺻﻞ ﻓﻴﻪ ﺫﻟﻚ؛ ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺠﺮ ﻟﻨﺎ ﺧﻼﻑ ﻓﻲ ﺃﻧﻪ ﻳﻤﻠﻚ ﺑﺎﻟﺤﻴﺎﺯﺓ ﻓﺄﺩﻳﺮ اﻷﻣﺮ ﻓﻲ اﻟﺘﺴﺒﺐ ﺇﻟﻰ ﻣﻠﻜﻪ ﺑﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﺗﻤﻠﻜﻪ ﺃﻭ ﻻ ﻓﺈﻥ ﻗﻠﺖ ﺫﻫﺐ اﻹﻣﺎﻡ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻣﺎ ﺩﺧﻞ ﻓﻲ ﻧﻬﺮﻩ ﺃﻭ ﻗﻨﺎﺗﻪ ﻳﻤﻠﻜﻪ ﻛﺎﻟﻤﺤﺮﺯ ﻓﻲ ﺇﻧﺎﺋﻪ.
ﻭﺗﺒﻌﻪ اﻟﺸﻴﺨﺎﻥ ﻓﻲ ﺑﺎﺏ اﻟﺼﻴﺪ
akan tetapi jika aliran air sekedar tidak maksimal (tidak lancar) maka pihak PDAM boleh menagih ongkos sewa meteran sesuai dengan ujroh mitsil.
Refrensi
مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، ٤٨٧/٣
فَرْعٌ تَعْطِيلُ الرَّحَى لِانْقِطَاعِ الْمَاءِ، وَالْحَمَّامِ لِخَلَلِ الْأَبْنِيَةِ أَوْ لِنَقْصِ الْمَاءِ فِي بِئْرِهِ وَنَحْوُهُ كَانْهِدَامِ الدَّارِ كَمَا ذَكَرَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ آخِرَ الْبَابِ، وَقَضَيْتُهُ الِانْفِسَاخُ، وَالْقِيَاسُ ثُبُوتُ الْخِيَارِ كَانْقِطَاعِ مَاءِ الْأَرْضِ لِبَقَاءِ اسْمِ الْحَمَّامِ وَالرَّحَى كَمَا أَشَارَ إلَيْهِ فِي الْمُهِمَّاتِ،
تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي، ١٩١/٦
وَتَعَطُّلُ الرَّحَا بِانْقِطَاعِ مَائِهَا وَالْحَمَّامِ لِنَحْوِ خَلَلِ أَبْنِيَتِهَا أَوْ نَقْصِ مَاءِ بِئْرِهَا يَفْسَخُهَا عَلَى مَا قَالَاهُ وَاعْتُرِضَا بِأَنَّهُ مَبْنِيٌّ عَلَى الضَّعِيفِ فِي الْمَسْأَلَةِ بَعْدَهُ وَيُجَابُ بِحَمْلِ هَذَا عَلَى مَا إذَا تَعَذَّرَ سَوْقُ الْمَاءِ إلَيْهَا مِنْ مَحَلٍّ آخَرَ كَمَا يُرْشِدُ لِذَلِكَ قَوْلُهُمْ الْآتِي لِإِمْكَانِ سَقْيِهَا بِمَاءٍ آخَرَ وَأَمَّا نَقْلُهُمَا عَنْ إطْلَاقِ الْجُمْهُورِ فِيمَا لَوْ طَرَأَتْ أَثْنَاءَ الْمُدَّةِ آفَةٌ بِسَاقِيَةِ الْحَمَّامِ الْمُؤَجَّرَةِ عَطَّلَتْ مَاءَهَا التَّخَيُّرَ مَضَتْ مُدَّةٌ لِمِثْلِهَا أُجْرَةٌ أَوْ لَا وَعَنْ الْمُتَوَلِّي عَدَمُهُ إذَا بَانَ الْعَيْبُ، وَقَدْ مَضَتْ مُدَّةٌ لِمِثْلِهَا أُجْرَةٌ وَقَالَا إنَّهُ الْوَجْهُ؛ لِأَنَّهُ فَسْخٌ فِي بَعْضِ الْمَعْقُودِ عَلَيْهِ فَمُعْتَرَضٌ بِأَنَّ الْوَجْهَ مَا أَطْلَقَهُ الْجُمْهُورُ وَصَرَّحَا بِنَظِيرِهِ فِي مَوَاضِعَ
(قَوْلُهُ وَتَعَطُّلُ إلَخْ) مُبْتَدَأٌ خَبَرُهُ يَفْسَخُهَا (قَوْلُهُ الرَّحَا) بِأَلِفٍ كَمَا فِي أَصْلِهِ اهـ سَيِّدُ عُمَرَ (قَوْلُهُ أَوْ نَقْصِ مَاءِ بِئْرِهَا) وَالصُّورَةُ أَنَّهَا تَعَطَّلَتْ بِذَلِكَ كَمَا هُوَ فَرْضُ الْمَسْأَلَةِ فَلَا حَاجَةَ لِمَا تَرَجَّاهُ الشِّهَابُ سم بِقَوْلِهِ لَعَلَّ الْمُرَادَ نَقْصًا يَتَعَذَّرُ مَعَهُ الِانْتِفَاعُ وَإِلَّا فَلَا وَجْهَ لِلِانْفِسَاخِ انْتَهَى اهـ رَشِيدِيٌّ (قَوْلُهُ يَفْسَخُهَا) أَيْ تَنْفَسِخُ الْإِجَارَةُ بِذَلِكَ (قَوْلُهُ وَاعْتُرِضَا) الْأَنْسَبُ الْإِفْرَادُ (قَوْلُهُ فِي الْمَسْأَلَةِ إلَخْ) أَيْ مَسْأَلَةِ انْقِطَاعِ مَاءِ الْأَرْضِ وَ (قَوْلُهُ بَعْدَهُ) أَيْ بَعْدَ قَوْلِهِ وَأَنَّهَا تَنْفَسِخُ بِانْهِدَامِ الدَّارِ اهـ كُرْدِيٌّ (قَوْلُهُ وَيُجَابُ بِحَمْلِ إلَخْ) هَذَا الْجَوَابُ لَا يَتَأَتَّى فِي صُورَةِ نَحْوِ خَلَلِ أَبْنِيَةِ الْحَمَّامِ إلَّا أَنْ يُصَوَّرَ بِخَلَلٍ يَتَعَذَّرُ مَعَهُ الِانْتِفَاعُ سم وَسَيِّدُ عُمَرَ وَالْأَوْلَى يَتَعَذَّرُ إصْلَاحُهُ قَبْلَ مُضِيِّ زَمَنٍ لَهُ أُجْرَةٌ
(قَوْلُهُ بِحَمْلِ هَذَا) أَيْ مَا قَالَاهُ فِي تَعَطُّلِ الرَّحَا وَالْحَمَّامِ بِمَا ذُكِرَ (قَوْلُهُ سَوْقُ مَاءٍ إلَيْهَا) الْأَوْلَى التَّثْنِيَةُ (قَوْلُهُ الْآتِي) أَيْ فِي مَسْأَلَةِ انْقِطَاعِ مَاءِ الْأَرْضِ (قَوْلُهُ وَأَمَّا نَقْلُهُمَا) مُبْتَدَأٌ خَبَرُهُ قَوْلُهُ فَمُعْتَرَضٌ (قَوْلُهُ عَطَّلَتْ إلَخْ) نَعْتٌ لِآفَةٍ وَلَعَلَّ الْمُرَادَ نَقَصَتْهُ بِحَيْثُ نَقَصَ الِانْتِفَاعُ وَلَمْ يَنْتَفِ بِالْكُلِّيَّةِ أَمَّا لَوْ عَطَّلَتْهُ رَأْسًا بِحَيْثُ تَعَذَّرَ الِانْتِفَاعُ فَيَنْبَغِي الِانْفِسَاخُ أَخْذًا مِنْ الْمَسْأَلَةِ قَبْلَهَا مَعَ الَّذِي أَجَابَ بِهِ فِيهَا سم عَلَى حَجّ اهـ ع ش
روضة الطالبين وعمدة المفتين، ٢٦٣/٥
الثَّالِثَةُ: تَعَطُّلُ الرَّحَى لِانْقِطَاعِ الْمَاءِ، وَالْحَمَّامِ لِخَلَلٍ فِي الْأَبْنِيَةِ، أَوْ لِنَقْصِ الْمَاءِ فِي بِئْرِهِ وَنَحْوِهِ، كَانْهِدَامِ الدَّارِ، وَكَذَا لَوِ اسْتَأْجَرَ قَنَاةً فَانْقَطَعَ مَاؤُهَا. فَلَوْ نَقَصَ، ثَبَتَ الْخِيَارُ وَلَمْ يَنْفَسِخْ. وَلَوِ اسْتَأْجَرَ طَاحُونَتَيْنِ مُتَقَابِلَتَيْنِ، فَنَقَصَ الْمَاءُ، وَبَقِيَ مَاءٌ تَدُورُ بِهِ إِحْدَاهُمَا وَلَمْ يَفْسَخْ، قَالَ الْعَبَّادِيُّ: تَلْزَمُهُ أُجْرَةُ أَكْثَرِهِمَا.
------------------------------
Seputar hukum sewa meteran dengan bayar bulanan
kesepakatan antara PDAM dan pelanggan dengan membayar beban meteran setiap bulan di sebut akad Ijaroh, namun terkait keabsahan akad tsb dalam tanggapan ulama' masih variatif.
√ .Menurut Ulama' Hanafiyah, Malikiyah, dan sebagian Hanabilah " akad sewa dengan sistem bayar bulanan tanpa menyebut batas ahir sewa, Hukumnya adalah shah, Namun yg di anggap luzum hanya pada bulan pertama saja, sedangkan pada bulan kedua dan seterusnya bisa di anggap luzum pada saat setiap masuk pemakaian di bulan -bulan berikutnya".
√ .Menurut Imam Ibnu qudamah (Hanbaliy) sistem sewa tsb (sewa bayar bulanan) secara umum di hukumi shah, sedangkan alasan absahan bulan kedua dan seterusnya sifatnya mengekor pada akad yg pertama dan statusnya seperti halnya akad bil Mu'athoh acuannya karena adanya kesepakatan harga dan persetujuan membayar secara bulanan.
√ .Menurut Ulama' Malikyah : Akad sewa tsb secara keseluruhan adalah shah, namun belum ada yg luzum, dalam arti bisa di batalkan kapanpun saja.
√ .Menurut Imam Al syafi'i sendiri dalam kitab Imla'nya (dan qoul ini di sinyalir sebagai muqobili al shahih dalam madzhab al syafi'iyah) mengatakan "akad sewanya shah utk bulan yg pertama saja, sedangkan utk bulan berikutnya di hukumi tdk shah".
الموسوعة الفقهية الكويتية، ٢٦٢/٢٦-٢٦٣
الإِْجَارَةُ مُشَاهَرَةً:
أَمَّا إِذَا قَال الْمُؤَجِّرُ: آجَرْتُكَ هَذَا كُل شَهْرٍ بِدِرْهَمٍ.
فَقَدِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي صِحَّةِ الإِْجَارَةِ حَسَبَ الاِتِّجَاهَاتِ التَّالِيَةِ:
ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَبَعْضُ الْحَنَابِلَةِ وَأَبُو ثَوْرٍ إِلَى: أَنَّ الإِْجَارَةَ صَحِيحَةٌ إِلاَّ أَنَّ الشَّهْرَ الأَْوَّل تَلْزَمُ الإِْجَارَةُ فِيهِ بِإِطْلاَقِ الْعَقْدِ، وَمَا بَعْدَهُ مِنَ الشُّهُورِ يَلْزَمُ الْعَقْدُ فِيهِ بِالتَّلَبُّسِ بِهِ، وَهُوَ السُّكْنَى فِي الدَّارِ. وَاسْتَدَلُّوا بِأَنَّ عَلِيًّا - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - اسْتَقَى لِرَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ كُل دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ، وَجَاءَ بِالتَّمْرِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُل مِنْهُ، (1) قَال عَلِيٌّ: كُنْتُ أَدْلُو الدَّلْوَ وَأَشْتَرِطُهَا جَلْدَةً (2)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَجُلاً مِنَ الأَْنْصَارِ قَال لِيَهُودِيٍّ: أَسْقِي نَخْلَكَ؟ قَال: كُل دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ. وَاشْتَرَطَ الأَْنْصَارِيُّ أَنْ لاَ يَأْخُذَهَا خَدِرَةً عَفِنَةً وَلاَ تَارِزَةً يَابِسَةً وَلاَ حَشَفَةً. وَلاَ يَأْخُذَ إِلاَّ جَلْدَةً
فَاسْتَقَى بِنَحْوٍ مِنْ صَاعَيْنِ، فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (1)
قَال ابْنُ قُدَامَةَ: وَهُوَ نَظِيرُ مَسْأَلَتِنَا؛ وَلأَِنَّ شُرُوعَهُ فِي كُل شَهْرٍ مَعَ مَا تَقَدَّمَ فِي الْعَقْدِ مِنَ الاِتِّفَاقِ عَلَى تَقْدِيرِ أَجْرِهِ وَالرِّضَا بِبَذْلِهِ بِهِ جَرَى مَجْرَى ابْتِدَاءِ الْعَقْدِ عَلَيْهِ وَصَارَ كَالْبَيْعِ بِالْمُعَاطَاةِ. (2)
وَالْمَالِكِيَّةُ وَإِنْ كَانُوا يَقُولُونَ بِصِحَّةِ الإِْجَارَةِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ إِلاَّ أَنَّهُمْ لاَ يَعْتَبِرُونَ الإِْجَارَةَ لاَزِمَةً فَلِكُلٍّ مِنَ الْمُؤَجِّرِ وَالْمُسْتَأْجِرِ عِنْدَهُمْ حَل الْعَقْدِ عَنْ نَفْسِهِ مَتَى شَاءَ، وَلاَ كَلاَمَ لِلآْخَرِ. (3)
وَالْقَوْل الصَّحِيحُ لِلشَّافِعِيَّةِ وَلأَِبِي بَكْرٍ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ جَعْفَرٍ وَأَبِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَامِدٍ مِنَ الْحَنَابِلَةِ: أَنَّ الْعَقْدَ بَاطِلٌ لأَِنَّ " كُل " اسْمٌ لِلْعَدَدِ، فَإِذَا لَمْ يُقَدِّرْهُ كَانَ مُبْهَمًا مَجْهُولاً فَيَكُونُ فَاسِدًا كَمَا لَوْ قَال: آجَرْتُكَ مُدَّةً أَوْ شَهْرًا. (4)
قَال فِي الإِْمْلاَءِ - وَهُوَ الْقَوْل الْمُقَابِل لِلصَّحِيحِ لِلشَّافِعِيَّةِ -: تَصِحُّ الإِْجَارَةُ فِي الشَّهْرِ الأَْوَّل، وَتَبْطُل فِيمَا زَادَ؛ لأَِنَّ الشَّهْرَ الأَْوَّل مَعْلُومٌ وَمَا زَادَ مَجْهُولٌ، فَصَحَّ فِي الْمَعْلُومِ وَبَطَل فِي الْمَجْهُول، كَمَا لَوْ قَال: آجَرْتُكَ هَذَا الشَّهْرَ بِدِينَارٍ وَمَا زَادَ بِحِسَابِهِ (1) .
Komentar
Posting Komentar