SIAPA AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH ?

SIAPA AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH?

WAHABI: Mengapa Anda tidak mengikuti aliran ajaran tauhid yang disebarkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi? Itu tauhid yang bagus dan sesuai dengan Ahlussunnah Wal-Jamaah.

SUNNI: Kami mengikuti tauhid yang diikuti oleh mayoritas umat Islam Asy’ariyah dan Maturidiyah. Kelompok mayoritas lah yang lebih layak menyandang nama Ahlussunnah Wal-Jamaah. Kelompok Anda minoritas.

WAHABI: Mana dalil Anda, bahwa Ahlussunnah Wal-Jamaah itu harus mayoritas?

SUNNI: Dalam sekian banyak hadits, umat Islam diwajibkan mengikuti golongan al-jama’ah. Kata al-jama’ah dalam hadits-hadits tersebut mengacu pada arti al-sawad al-a’zham (mayoritas umat Islam), dengan artian bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah aliran yang diikuti oleh mayoritas umat Islam. Pengertian ini, sesuai dengan dua hal.

Pertama; makna jama’ah secara kebahasaan, yaitu sekumpulan apa saja dan jumlahnya banyak (‘adadu kulli syay’in wa katsratuhu). (Lihat: Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, juz 8, hal. 53; dan al-Zabidi, Taj al-‘Arus min Jawahir al-Qamus, juz 1, hal. 5167.).

Kedua; hadits-hadits shahih mewajibkan umat Islam mengikuti golongan mayoritas. Hadits-hadits tersebut antara lain:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه يَقُولُ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ أُمَّتِيْ لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. (حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ بِطُرُقِهِ).

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (3950), Abd bin Humaid dalam al-Musnad (1220), al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069), al-Lalaka’i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahl al-Sunnah (153) dan Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ (9/238). Al-Hafizh al-Suyuthi menilai hadits ini shahih dalam al-Jami’ al-Shaghir (1/88). Demikian pula Syaikh Syu’aib al-Arna’uth juga menilai hadits tersebut kuat dan dapat dijadikan hujjah berdasarkan syawahid-nya dalam tahqiq Siyar A’lam al-Nubala’ (12/196-197).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لاَ يَجْمَعُ اللهُ أُمَّتِيْ عَلىَ ضَلاَلَةٍ أَبَدًا، وَيَدُ اللهِ عَلىَ الْجَمَاعَةِ هَكَذَا، فَاتَّبِعُوا السَّوَادَ اْلأَعْظَمَ، فَإِنَّهُ مَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ. (حَدِيْثٌ حَسَنٌ).

“Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah tidak akan mengumpulkan umatku atas kesesatan selamanya. Pertolo-ngan Allah selalu atas golongan terbanyak. Ikutilah golongan terbesar, karena orang yang mengucilkan diri (dari golongan terbanyak), berarti mengucilkan dirinya ke neraka.”

Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Mustadrak (1/115); Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ (3/37); dan al-Thabarani, al-Mu’jam al-Kabir, (12/447). Hadits ini bernilai hasan. Lihat, al-Hafizh al-Haitsami, Majma’ al-Zawaid (5/218).

رَأَى أَبُوْ غَالِبٍ أَبَا أُمَامَةَ يَقُوْلُ فِي الْخَوَارِجِ كِلاَبُ جَهَنَّمَ شَرُّ قَتْلىَ تَحْتَ ظِلِّ السَّمَاءِ قَالَ قُلْتُ هُمْ هَؤُلاَءِ يَا اَبَا اُمَامَةَ، قَالَ نَعَمْ، قُلْتُ مِنْ قِبَلِكَ تَقُوْلُ أَوْ شَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ اِنِّىْ إِذًا لَجَرِيْءٌ بَلْ سَمِعْتُهُ لاَمَرَّةً وَلاَ مَرَّتَيْنِ حَتَّى عَدَّ سَبْعًا ثُمَّ قَالَ اِنَّ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقُوْا عَلىَ اِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاِنَّ هَذِهَ اْلاُمَّةَ تَزِيْدُ عَلَيْهِمْ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ اِلاَّ السَّوَادَ اْلاَعْظَمَ.

“Abu Ghalib melihat sahabat Abu Umamah berkata tentang orang-orang Khawarij yang terbunuh: “Mereka itu anjing-anjing neraka Jahanam, seburuk-buruk mayat di bawah langit”. Abu Ghalib berkata: “Apakah mereka orang-orang Khawarij itu maksud Anda wahai Abu Umamah?” Ia menjawab: “Ya”. Aku berkata: “Ini pendapat Anda pribadi atau Anda mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab: “Kalau ini pendapatku, berarti aku benar-benar berani. Tetapi ini aku mendengarnya dari Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sekali, dua kali, bahkan sampai tujuh kali”. Kemudian Abu Umamah berkata: “Sesungguhnya Bani Israil bercerai-berai menjadi tujuh puluh satu aliran. Dan sesungguhnya umat ini akan melebihi satu aliran dari mereka, semuanya akan masuk ke neraka kecuali golongan mayoritas”. (HR. al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra (8/188).

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ثَلاَثٌ لاَ يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ: إِخْلاَصُ الْعَمَلِ، وَالنَّصِيْحَةُ لِوَلِيِّ اْلأَمْرِ، وَلُزُوْمُ الْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ تَكُوْنُ مِنْ وَرَائِهِمْ.

“Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga perkara yang dapat membersihkan hati seorang mukmin dari sifat dendam dan kejelekan, yaitu tulus dalam beramal, berbuat baik kepada penguasa, dan selalu mengikuti kebanyakan kaum Muslimin, karena doa mereka akan selalu mengikutinya.” (HR. al-Tirmidzi (2582), Ahmad (12871) dan al-Hakim (1/88) yang menilainya shahih sesuai persyaratan al-Bukhari dan Muslim.)

Hadits-hadits di atas menyampaikan pesan yang sangat penting, bahwa ketika perpecahan dan perselisihan antar umat Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar mengikuti al-sawad al-a’zham (golongan mayoritas), karena al-sawad al-a’zham ini yang akan menjadi satu-satunya al-firqah al-najiyah (golongan yang selamat). Sedangkan kelompok-kelompok minoritas akan menjadi al-firaq al-halikah (golongan-golongan yang celaka). Dalam konteks ini, al-Imam Abdul Ghani al-Mujaddidi al-Dahlawi al-Hanafi (1235-1296 H/1820-1879 M), seorang ulama fiqih dan pakar hadits berkebangsaan India, ketika mengomentari hadits al-sawad al-a’zham tersebut berkata:

قَوْلُهُ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ أَيْ جُمْلَةِ النَّاسِ وَمُعْظَمِهِمْ الَّذِيْنَ يَجْتَمِعُوْنَ عَلىَ طَاعَةِ السُّلْطَانِ وَسُلُوْكِ النَّهْجِ الْمُسْتَقِيْمِ كَذَا فِي الْمَجْمَعِ فَهَذَا الْحَدِيْثُ مِعْيَارٌ عَظِيْمٌ لأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ شَكَرَ اللهُ سَعْيَهُمْ فَاِنَّهُمْ هُمُ السَّوَادُ اْلأَعْظَمُ وَذَلِكَ لاَ يَحْتَاجُ اِلىَ بُرْهَانٍ، فَإِنَّكَ لَوْ نَظَرْتَ اِلىَ أَهْلِ اْلأَهْوَاءِ بِأَجْمَعِهِمْ مَعَ اَنَّهُمْ اِثْنَانِ وَسَبْعُوْنَ فِرْقَةً لاَ يَبْلُغُ عَدَدُهُمْ عُشُرَ أَهْلِ السُّنَّةِ.

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ikutilah al-sawad al-a’zham”, maksudnya kebanyakan dan mayoritas manusia yang menjaga kebersamaan dengan mentaati penguasa dan mengikuti jalan yang lurus. Demikian keterangan dalam kitab al-Majma’. Hadits ini merupakan barometer yang agung bagi Ahlussunnah Wal-Jama’ah, semoga Allah membalas usaha mereka. Karena merekalah golongan mayoritas. Hal tersebut tidak butuh pada pembuktian. Karena apabila kamu melihat ahlul ahwa’ seluruhnya, meskipun mereka tujuh puluh dua aliran, jumlah mereka tidak sampai sepuluh persen dari golongan Ahlussunnah”. (Abdul Ghani al-Mujaddidi al-Dahlawi, Injah al-Hajah Syarh Sunan Ibn Majah, juz 2, hal. 1437.)

Paparan di atas memberikan kesimpulan bahwa golongan yang selamat adalah golongan mayoritas. Pengertian ini sesuai dengan madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena dalam realita yang ada, madzhab tersebut diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin di dunia, dari dulu hingga kini. Di samping itu, hadits tersebut juga menunjukkan terhadap arti keharusan mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena mengikutinya berarti mengikuti mayoritas kaum Muslimin. Dan keluar dari madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi, berarti keluar dari mayoritas kaum Muslimin.

Di sisi lain, sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa maksud al-sawad al-a’zham dalam hadits tersebut adalah mayoritas ulama yang memiliki ilmu yang mendalam dan pendapatnya dapat diikuti (mu’tabar). Pendapat ini diriwayatkan dari beberapa ulama salaf seperti Abdullah bin al-Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain. Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan pendapat pertama, dan sesuai dengan madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena berdasarkan kesepakatan para pakar, madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi diikuti oleh mayoritas ulama dari kalangan ahli fiqih, ahli hadits, ahli tafsir, ahli tashawuf dan lain-lain. Realita bahwa mayoritas ulama terkemuka mengikuti madzhab al-Asy’ari juga diakui oleh Syaikh Abdurrahman bin Shalih al-Mahmud –ulama Salafi-Wahabi kontemporer-, yang mengatakan:

“Di antara sebab tersebarnya madzhab al-Asy’ari ialah, bahwa mayoritas ulama berpegangan dengan madzhab tersebut dan menjadi pembelanya, lebih-lebih para fuqaha madzhab Syafi’i dan Maliki… Tokoh-tokoh yang mengadopsi madzhab al-Asy’ari antara lain adalah al-Baqillani, Ibn Furak, al-Baihaqi, al-Asfarayini, al-Syirazi, al-Juwaini, al-Qusyairi, al-Baghdadi, al-Ghazali, al-Razi, al-Amidi, al-‘Izz bin Abdissalam, Badruddin bin Jama’ah, al-Subki dan masih banyak ulama-ulama yang lain. Mereka bukan sekedar pengikut madzhab al-Asy’ari saja, tetapi mereka juga penulis dan pengajak kepada madzhab ini. Oleh karena itu mereka menyusun banyak karangan dan menggembleng murid-murid yang begitu banyak.” (Abdurrahman bin Shalih al-Mahmud, Mauqif Ibn Taimiyah min al-Asya’irah, hlm. 502. Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Safar al-Hawali –ulama radikal Salafi-Wahabi juga-, dalam bukunya Naqd Manhaj al-Asya’irah fi al-‘Aqidah, hlm. 7.).

Nah, bagaimana jawaban Anda terhadap dalil-dalil kami ini?

WAHABI: Justru dengan jumlah kelompok kami (Salafi-Wahabi) yang sedikit, menjadi bukti bahwa kami adalah kelompok yang benar, karena dalam al-Qur’an sendiri seringkali disebutkan, bahwa kebenaran selalu bersama kelompok yang jumlahnya minoritas, seperti dalam ayat, “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”, [QS. Shad : 24], “dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”, [QS. Saba’ : 13], dan ayat, “Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)”, [QS. Yusuf : 106] dan lain-lain.

SUNNI: Cara berhujjah Anda tidak ilmiah. Seandainya Anda mampu berhujjah secara ilmiah, seharusnya dalil-dalil kami di atas dijawab dulu dengan baik atau Anda batalkan. Ketika Anda tidak mampu menjawab atau membatalkan dalil-dalil kami, berarti dalil-dalil dan metode pengambilan dalil kami adalah yang benar. Sekarang, kami akan membatalkan dalil-dalil Anda.

Bahwa tentu saja asumsi kelompok Anda Salafi-Wahabi tersebut tidak dapat dibenarkan. Para ulama mengatakan, bahwa ketiga ayat di atas tidak tepat dijadikan dalil yang membenarkan kelompok yang memiliki jumlah minoritas, karena beberapa alasan. Pertama, berkaitan dengan dua ayat yang pertama, kata “sedikit”, dalam dua ayat tersebut, harus diposisikan pada konteks “sedikit” yang relatif dan nisbi, yaitu adakalanya diletakkan dalam pengertian sedikit yang bersifat umum dan adakalanya diletakkan dalam pengertian sedikit yang bersifat khusus. Dalam pengertian umum, kaum Muslimin selalu sedikit dibandingkan dengan jumlah kaum non-Muslim Sedangkan dalam pengertian khusus, kaum Muslim yang tulus, istiqamah dan konsisten secara sempurna dalam menjalankan perintah agama selalu sedikit dibandingkan dengan jumlah mereka yang tidak konsisten secara sempurna. Tetapi semua kaum Muslim yang konsisten dengan sempurna, konsisten kurang sempurna dan yang tidak konsisten menjalankan perintah agama, juga tetap dikatakan Muslim yang beriman. Dan selama mereka mengikuti akidah mayoritas kaum Muslimin, mereka termasuk pengikut Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Kedua, penempatan ayat ketiga, yaitu ayat, “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain),” [QS. Yusuf : 106], terhadap mayoritas kaum Muslimin adalah tidak tepat, karena berdasarkan kesepakatan para ulama tafsir, ayat tersebut turun berkenaan dengan kaum penyembah bintang, penyembah berhala, umat Yahudi dan Kristen. Menerapkan ayat di atas terhadap kaum Muslimin, berarti mengikuti tradisi kaum Khawarij, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Umar dalam riwayat Shahih al-Bukhari.


Komentar

Postingan Populer