MENYALAKAN PETASAN DALAM ACARA MAULID NABI SAW
Soal ke 53
Deskripsi Masalah
Bulan maulid telah tiba , bulan di lahirkannya manusia paling muliya .Hampir di setiap daerah memanfaatkan momen muliya ini untuk mengadakan acara MAULID NABI SAW dengan pembacaan sejarah dan sholawat serta berlomba-lomba bersedekah sebagai luapan syukur dan kegembiraan. Tak jarang kita temui dalam perayaan MAULID tersebut bayak hal yang butuh kita kaji , seperti menyalakan kembang api , petasan dan lagu sholawat ala dangdutan .
Pertanyaan :
a. Bagaima hukum memeriahkan maulid Nabi dengan kembang api dan petasan ?
b. Bagaimana hukum melantunkan sholawat dengan lagu dangdut ?
c. Bolehkah dana hasil swadaya masyarakat dipergunakan untuk kembang api dan petasan dalam perayaan maulid tsb ?
Sail : Ust. Tohir Fu'adi
Jawaban
-----------------
a. Pada dasarnya kembang api atau petasan tak ubahnya seperti batangan rokok yg di bakar dengan tujuan mencari kepuasan dengan memanjakan mata dan telinga, namun di sisi lain petasan atau kembang api juga berpotensi mendatangkan madlarrot pada pelaku atau org sekitarnya,
oleh sebab itu jawaban sub a. di tafsil sebagai berikut :
Jiika kembang api atau petasan di nyalakan sebelum atau sesudah pembacaan maulid Nabi SAW dan sudah di pastikan keamanannya maka menurut Qoul Ashoh, di perbolehkan, dan menurut Muqobili al ashoh hukumnya haram (Tabdzir) jika sampai berlebihan.
Dan khusus petasan yang masuk dalam kategori jenis yang di larang oleh undang -undang pemerintah, maka hukum menyalakannya secara mutlaq tidak boleh
Penjelasan tentang petasan
----------------------------
Petasan merupakan bahan peledak low explosive. Bahan peledak low explosive adalah bahan peledak berdaya ledak rendah yang mempunyai kecepatan detonasi (velocity of detonation) antara 400 dan 800 meter per detik. Sementara bahan peledak high explosive mempunyai kecepatan detonasi antara 1.000 dan 8.500 meter per detik. Bahan peledak low explosive ini sering disebut propelan (pendorong) yang banyak digunakan pada peluru dan roket.
Di antara bahan peledak low explosive yang dikenal adalah mesiu (black powder atau gun powder) dan smokeless powder. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mesiu tersebut banyak digunakan sebagai pembuat petasan, termasuk petasan banting dan bom ikan. Bubuk mesiu adalah jenis bahan peledak tertua yang ditemukan oleh bangsa China pada abad ke-9.
Undang-undang Mengenai Petasan
Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang bahan peledak. Dalam undang-undang ini sudah diatur soal bahan peledak yang menimbulkan ledakan dan dianggap mengganggu lingkungan masyarakat. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pembuat, penjual, penyimpan, dan pengangkut petasan bisa dikenai hukuman minimal 12 tahun penjara hingga maksimal kurungan seumur hidup.
Refrensi
Jika kembang api dan petasan di nyalakan pada saat pembacaan Maulid Nabi SAW maka hukumnya tidak di perbolehkan. karena tujuan ta'dhimnya di anggap bukan pada tempatnya.
Dan dengan atribut kembang api atau petasan nampak sekali nuansa tidak menghormati terhadap baginda Nabi Saw.
b. Pada dasarnya melantunkan syi’ir dengan lagu-lagu tertentu diperbolehkan, namun melantunkan sholawat atau diba’iyah dengan dengan lagu-lagu tertentu yang sampai menyebabkan lahn (memanjangkan/memendekkan) bacaan yang tidak pada tempatnya seperti: أشرق البدر...اخ dibaca أشرقا...الخ maka menurut sayyid Ahmad Zainy Dahlan dalam fatwanya hal tersebut hukumnya haram karena tidak layak dengan keagungan Rasulullah SAW.
Dan Shalawat dengan lirik lagu dangdut muncul aroma penghinaan terhadap Nabi SAW.
c. Dana hasil swadaya masyarakat dipergunakan untuk kembang api dan petasan dalam perayaan maulid Nabi saw hukumnya tidak boleh, Karena dana tsb di pergunakan pada momen yang tidak ma'dzun Syar'an sebagaimana alasan pada sub [a]. dan [b].
Referensi :
Deskripsi Masalah
Bulan maulid telah tiba , bulan di lahirkannya manusia paling muliya .Hampir di setiap daerah memanfaatkan momen muliya ini untuk mengadakan acara MAULID NABI SAW dengan pembacaan sejarah dan sholawat serta berlomba-lomba bersedekah sebagai luapan syukur dan kegembiraan. Tak jarang kita temui dalam perayaan MAULID tersebut bayak hal yang butuh kita kaji , seperti menyalakan kembang api , petasan dan lagu sholawat ala dangdutan .
Pertanyaan :
a. Bagaima hukum memeriahkan maulid Nabi dengan kembang api dan petasan ?
b. Bagaimana hukum melantunkan sholawat dengan lagu dangdut ?
c. Bolehkah dana hasil swadaya masyarakat dipergunakan untuk kembang api dan petasan dalam perayaan maulid tsb ?
Sail : Ust. Tohir Fu'adi
Jawaban
-----------------
a. Pada dasarnya kembang api atau petasan tak ubahnya seperti batangan rokok yg di bakar dengan tujuan mencari kepuasan dengan memanjakan mata dan telinga, namun di sisi lain petasan atau kembang api juga berpotensi mendatangkan madlarrot pada pelaku atau org sekitarnya,
oleh sebab itu jawaban sub a. di tafsil sebagai berikut :
Jiika kembang api atau petasan di nyalakan sebelum atau sesudah pembacaan maulid Nabi SAW dan sudah di pastikan keamanannya maka menurut Qoul Ashoh, di perbolehkan, dan menurut Muqobili al ashoh hukumnya haram (Tabdzir) jika sampai berlebihan.
Dan khusus petasan yang masuk dalam kategori jenis yang di larang oleh undang -undang pemerintah, maka hukum menyalakannya secara mutlaq tidak boleh
Penjelasan tentang petasan
----------------------------
Petasan merupakan bahan peledak low explosive. Bahan peledak low explosive adalah bahan peledak berdaya ledak rendah yang mempunyai kecepatan detonasi (velocity of detonation) antara 400 dan 800 meter per detik. Sementara bahan peledak high explosive mempunyai kecepatan detonasi antara 1.000 dan 8.500 meter per detik. Bahan peledak low explosive ini sering disebut propelan (pendorong) yang banyak digunakan pada peluru dan roket.
Di antara bahan peledak low explosive yang dikenal adalah mesiu (black powder atau gun powder) dan smokeless powder. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mesiu tersebut banyak digunakan sebagai pembuat petasan, termasuk petasan banting dan bom ikan. Bubuk mesiu adalah jenis bahan peledak tertua yang ditemukan oleh bangsa China pada abad ke-9.
Undang-undang Mengenai Petasan
Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang bahan peledak. Dalam undang-undang ini sudah diatur soal bahan peledak yang menimbulkan ledakan dan dianggap mengganggu lingkungan masyarakat. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pembuat, penjual, penyimpan, dan pengangkut petasan bisa dikenai hukuman minimal 12 tahun penjara hingga maksimal kurungan seumur hidup.
Refrensi
احياء علوم الدين ٢/٢٨٥
ﺃﻣﺎ اﻟﻔﻌﻞ ﻓﻼ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻟﻪ ﺇﺫ ﻣﺎ ﺣﺮﻡ ﻓﻌﻠﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﺤﻞ ﺑﻌﺎﺭﺽ اﻹﻛﺮاﻩ ﻓﻘﻂ ﻭﻣﺎ ﺃﺑﻴﺢ ﻓﻌﻠﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﺑﻌﻮاﺭﺽ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﺣﺘﻰ اﻟﻨﻴﺎﺕ ﻭاﻟﻘﺼﻮﺩ
ﻭاﺣﺘﺠﻮا ﺑﻤﺎ ﺭﻭﻯ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻛﻞ ﺷﻲء ﻳﻠﻬﻮ ﺑﻪ اﻟﺮﺟﻞ ﻓﻬﻮ ﺑﺎﻃﻞ ﺇﻻ ﺗﺄﺩﻳﺒﻪ ﻓﺮﺳﻪ ﻭﺭﻣﻴﻪ ﺑﻘﻮﺳﻪ ﻭﻣﻼﻋﺒﺘﻪ ﻻﻣﺮﺃﺗﻪ (¬3)
ﻗﻠﻨﺎ ﻓﻘﻮﻟﻪ ﺑﺎﻃﻞ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﺑﻞ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ اﻟﻔﺎﺋﺪﺓ ﻭﻗﺪ ﻳﺴﻠﻢ ﺫﻟﻚ
ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻟﺘﻠﻬﻲ ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﺤﺒﺸﺔ ﺧﺎﺭﺝ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﺜﻼﺛﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﺤﺮاﻡ ﺑﻞ ﻳﻠﺤﻖ ﺑﺎﻟﻤﺤﺼﻮﺭ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺤﺼﻮﺭ ﻗﻴﺎﺳﺎ ﻛﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻻ ﻳﺤﻞ ﺩﻡ اﻣﺮﺉ ﻣﺴﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﺈﺣﺪﻯ ﺛﻼﺙ (¬4)
ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻠﺤﻖ ﺑﻪ ﺭاﺑﻊ ﻭﺧﺎﻣﺲ ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻣﻼﻋﺒﺔ اﻣﺮﺃﺗﻪ ﻻ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﺘﻠﺬﺫ
ﻭﻓﻲ ﻫﺬا ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻟﺘﻔﺮﺝ ﻓﻲ اﻟﺒﺴﺎﺗﻴﻦ ﻭﺳﻤﺎﻉ ﺃﺻﻮاﺕ اﻟﻄﻴﻮﺭ ﻭﺃﻧﻮاﻉ اﻟﻤﺪاﻋﺒﺎﺕ ﻣﻤﺎ ﻳﻠﻬﻮ ﺑﻪ اﻟﺮﺟﻞ ﻻ ﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﺷﻲء ﻣﻨﻬﺎ ﻭﺇﻥ ﺟﺎﺯ ﻭﺻﻔﻪ ﺑﺄﻧﻪ ﺑﺎﻃﻞ
وَ أَمَّا صَرْفُهُ فِي الصَّدَقَةِ وَ وُجُوْهِ الْخَيْرِ وَالْمَطَاعِمِ وَالْمَلاَبِسِ وَالْهَدَايَا الَّتِي لاَ تَلِيْقُ بِهِ فَلَيْسَ بِتَبْذِيْرٍ.
(وَقَوْلُهُ لَيْسَ بِتَبْذِيْرٍ) أَيْ عَلَى الأَصَحِّ لأَنَّ لَهُ فِي ذَلِكَ غَرْضًا صَحِيْحًا وَهُوَ الثَّوَابُ وَالتَّلَذُّذُ. وَمِنْ ثَمَّ قَالُوْا لاَ إِسْرَافَ فِي الْخَيْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي الإِسْرَافِ.
ﻭﻣﻘﺎﺑﻞ اﻷﺻﺢ: ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺒﺬﺭا ﻓﻴﻬﺎ ﺇﻥ ﺑﻠﻎ ﻣﻔﺮﻃﺎ ﻓﻲ اﻹﻧﻔﺎﻕ، ﻓﺈﻥ ﺑﻠﻎ ﻣﻘﺘﺼﺪا ﺛﻢ ﻋﺮﺽ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺑﻌﺪ اﻟﺒﻠﻮﻍ، ﻓﻼ
إحياء علوم الدين ٢/٦٥
ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺑﻴﻊ اﻟﻬﺮﺓ ﻭاﻟﻨﺤﻞ ﻭﺑﻴﻊ اﻟﻔﻬﺪ ﻭاﻷﺳﺪ ﻭﻣﺎ ﻳﺼﻠﺢ ﻟﺼﻴﺪ ﺃﻭ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﺠﻠﺪﻩ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺑﻴﻊ اﻟﻔﻴﻞ ﻷﺟﻞ اﻟﺤﻤﻞ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺑﻴﻊ اﻟﻄﻮﻃﻲ ﻭﻫﻲ اﻟﺒﺒﻐﺎء ﻭاﻟﻄﺎﻭﺱ ﻭاﻟﻄﻴﻮﺭ اﻟﻤﻠﻴﺤﺔ اﻟﺼﻮﺭ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻻ ﺗﺆﻛﻞ ﻓﺈﻥ اﻟﺘﻔﺮﺝ ﺑﺄﺻﻮاﺗﻬﺎ ﻭاﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻏﺮﺽ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﻣﺒﺎﺡ ﻭﺇﻧﻤﺎ اﻟﻜﻠﺐ ﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﻨﻲ ﺇﻋﺠﺎﺑﺎ ﺑﺼﻮﺭﺗﻪ ﻟﻨﻬﻲ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻨﻪ
[النووي، المجموع شرح المهذب، ٢٤٠/٩]
(السَّبَبُ الثَّانِي) الْحَيَّةُ كَالْحَشَرَاتِ فَلَا يَجُوزُ بَيْعُهَا قَالَ أَصْحَابُنَا الْحَيَوَانُ الطَّاهِرُ الْمَمْلُوكُ مِنْ غَيْرِ الْآدَمِيِّ قِسْمَانِ (قِسْمٌ) يُنْتَفَعُ بِهِ فَيَجُوزُ بَيْعُهُ كَالْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالْخَيْلِ وَالْبِغَالِ وَالْحَمِيرِ وَالظِّبَاءِ والغزلان والصقور والبراة وَالْفُهُودِ وَالْحَمَامِ وَالْعَصَافِيرِ وَالْعُقَابِ وَمَا يُنْتَفَعُ بِلَوْنِهِ كالطاوس أو صوته كالزرزوز وَالْبَبَّغَاءِ وَالْعَنْدَلِيبِ وَكَذَلِكَ الْقِرْدُ وَالْفِيلُ وَالْهِرَّةُ وَدُودُ الْقَزِّ وَالنَّحْلِ فَكُلُّ هَذَا وَشَبَهُهُ يَصِحُّ بَيْعُهُ بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ مُنْتَفَعٌ بِهِ وَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ صِحَّةِ بَيْعِ النَّحْلِ هُوَ إذَا شَاهَدَهُ الْمُتَعَاقِدَانِ فَإِنْ لَمْ يُشَاهِدَا جَمِيعَهُ فَفِيهِ تَفْصِيلٌ وَخِلَافٌ وَسَنُوَضِّحُهُ فِي الْبَابِ الَّذِي بَعْدَ هَذَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى حَيْثُ ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ
تحفة المحتاج ٦/ ٢٨٤
(ﻗﻮﻟﻪ:؛ ﻷﻧﻪ ﺇﺿﺎﻋﺔ ﻣﺎﻝ) ﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ ﺟﺎﺋﺰﺓ لأﺩﻧﻰ ﻏﺮﺽ ﻭﺗﻌﻈﻴﻢ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻏﺮﺽ ﺃﻱ ﻏﺮﺽ .
العقود الدرية
[ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺃﻓﺘﻰ ﺃﺋﻤﺔ ﺃﻋﻼﻡ ﺑﺘﺤﺮﻳﻢ ﺷﺮﺏ اﻟﺪﺧﺎﻥ]
ﻭﺑﺎﻟﺠﻤﻠﺔ ﺇﻥ ﺛﺒﺖ ﻓﻲ ﻫﺬا اﻟﺪﺧﺎﻥ ﺇﺿﺮاﺭ ﺻﺮﻑ ﺧﺎﻝ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﺎﻓﻊ ﻓﻴﺠﻮﺯ اﻹﻓﺘﺎء ﺑﺘﺤﺮﻳﻤﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺜﺒﺖ اﻧﺘﻔﺎﻋﻪ ﻓﺎﻷﺻﻞ ﺣﻠﻪ ﻣﻊ ﺃﻥ ﻓﻲ اﻹﻓﺘﺎء ﺑﺤﻠﻪ ﺩﻓﻊ اﻟﺤﺮﺝ ﻋﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﺈﻥ ﺃﻛﺜﺮﻫﻢ ﻣﺒﺘﻠﻮﻥ ﺑﺘﻨﺎﻭﻟﻪ ﻣﻊ ﺃﻥ ﺗﺤﻠﻴﻠﻪ ﺃﻳﺴﺮ ﻣﻦ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ ﻭﻣﺎ ﺧﻴﺮ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺑﻴﻦ ﺃﻣﺮﻳﻦ ﺇﻻ اﺧﺘﺎﺭ ﺃﻳﺴﺮﻫﻤﺎ ﻭﺃﻣﺎ ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺪﻋﺔ ﻓﻼ ﺿﺮﺭ ﻓﺈﻧﻪ ﺑﺪﻋﺔ ﻓﻲ اﻟﺘﻨﺎﻭﻝ ﻻ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻓﺈﺛﺒﺎﺕ ﺣﺮﻣﺘﻪ ﺃﻣﺮ ﻋﺴﻴﺮ ﻻ ﻳﻜﺎﺩ ﻳﻮﺟﺪ ﻟﻪ ﻧﺼﻴﺮ ﻧﻌﻢ ﻟﻮ ﺃﺿﺮ ﺑﺒﻌﺾ اﻟﻄﺒﺎﺋﻊ ﻓﻬﻮ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﺮاﻡ ﻭﻟﻮ ﻧﻔﻊ ﺑﺒﻌﺾ ﻭﻗﺼﺪ ﺑﻪ اﻟﺘﺪاﻭﻱ ﻓﻬﻮ ﻣﺮﻏﻮﺏ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻨﻔﻊ ﻭﻟﻢ ﻳﻀﺮ ﻫﺬا ﻣﺎ ﺳﻨﺢ ﻓﻲ اﻟﺨﺎﻃﺮ ﺇﻇﻬﺎﺭا ﻟﻠﺼﻮاﺏ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺗﻌﻨﺖ ﻭﻻ ﻋﻨﺎﺩ ﻓﻲ اﻟﺠﻮاﺏ، ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮاﺏ ﻛﺬا ﺃﺟﺎﺏ اﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻴﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻴﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﺣﻴﺪﺭ اﻟﻜﺮﺩﻱ اﻟﺠﺰﺭﻱ - ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ -.
Maliky
فتح العلي المالك ..المالكي
اﻟﻤﺮاﺩ ﻣﻨﻪ ﻭاﻟﺤﺎﺻﻞ ﺃﻥ اﻟﺪﺧﺎﻥ ﻓﻲ ﺷﺮﺑﻪ ﺧﻼﻑ ﺑﺎﻟﺤﻞ، ﻭاﻟﺤﺮﻣﺔ ﻓﺎﻟﻮﺭﻉ ﻋﺪﻡ ﺷﺮﺑﻪ، ﻭﺑﻴﻌﻪ، ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻟﺸﺮﺑﻪ ﻓﻴﻌﻄﻰ ﺣﻜﻤﻪ اﻧﺘﻬﻰ.
ﻭﻛﻞ ﻫﺬا ﻓﻲ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ، ﻭاﻟﻤﺤﺎﻓﻞ، ﻭﺃﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻼ ﺷﻚ ﻓﻲ اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ؛ ﻷﻥ ﻟﻪ ﺭاﺋﺤﺔ ﻛﺮﻳﻬﺔ، ﻭﺇﻧﻜﺎﺭﻫﺎ ﻋﻨﺎﺩ ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮ ﻓﻲ اﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﻓﻲ ﺑﺎﺏ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺃﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﺗﻌﺎﻃﻲ ﻣﺎ ﻟﻪ ﺭاﺋﺤﺔ ﻛﺮﻳﻬﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ، ﻭاﻟﻤﺤﺎﻓﻞ، ﻭﻣﻌﻠﻮﻡ ﺃﻧﻪ ﻋﻨﺪ ﻗﺮاءﺓ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻳﺸﺘﺪ اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﻋﺪﻡ اﻟﺘﻌﻈﻴﻢ، ﻭﻣﻦ ﺃﻧﻜﺮ ﻣﺜﻞ ﻫﺬا ﻻ ﻳﺨﺎﻃﺐ ﻟﺠﺤﻮﺩﻩ ﺃﻭ ﻋﻨﺎﺩﻩ ﻭاﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ، ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ.
Dan dengan atribut kembang api atau petasan nampak sekali nuansa tidak menghormati terhadap baginda Nabi Saw.
b. Pada dasarnya melantunkan syi’ir dengan lagu-lagu tertentu diperbolehkan, namun melantunkan sholawat atau diba’iyah dengan dengan lagu-lagu tertentu yang sampai menyebabkan lahn (memanjangkan/memendekkan) bacaan yang tidak pada tempatnya seperti: أشرق البدر...اخ dibaca أشرقا...الخ maka menurut sayyid Ahmad Zainy Dahlan dalam fatwanya hal tersebut hukumnya haram karena tidak layak dengan keagungan Rasulullah SAW.
Dan Shalawat dengan lirik lagu dangdut muncul aroma penghinaan terhadap Nabi SAW.
c. Dana hasil swadaya masyarakat dipergunakan untuk kembang api dan petasan dalam perayaan maulid Nabi saw hukumnya tidak boleh, Karena dana tsb di pergunakan pada momen yang tidak ma'dzun Syar'an sebagaimana alasan pada sub [a]. dan [b].
Referensi :
التنبيهات الواجبات للشيخ محمد هاشم أشعري
فتأمل وفقك الله ما ذكرناه في هذه التنبيهات الثلاث من وجوب حرمة النبي صلى الله عليه وسلم وتوقيره وتعظيمه عند ذكر مولده وذكر حديثه وسنته وسماع اسمه وحرمة استعمال ماوضع للتعظيم في غير محل التعظيم ، وأنه إلى الإستهزاء والإزراء أقرب ...
إحياء علوم الدين الجزء الثاني ص : 332
الوجه الرابع: أن الشعر الموزون يختلف تأثيره في النفس بالألحان التي تسمى الطرق والاستانات وإنما اختلاف تلك الطرق بمد المقصور وقصر الممدود والوقف في أثناء الكلمات والقطع والوصل في بعضها وهذا التصرف جائز في الشعر ولا يجوز في القرآن إلا التلاوة كما أنزل فقصره ومده والوقف والوصل والقطع فيه على خلاف ما تقتضيه التلاوة حرام أو مكروه.
بدع المساجد ص : 33
(مسألة ز) سئل السيد أحمد زيني دحلان مفتي الشافعية بمكة المتوفى بالمدينة سنة 1304 عن جماعة يقرءون مولد النبي يطربون فيه بالغناء والألحان والتكسير خصوصا في الأشعار والقصائد المتعلقة بجنابه e ويرفعون أصواتهم رفعا شديدا ويمدون المقصور وقصرون الممدود ويقفون في أثناء الكلمات ويقطعون بعضا عن بعض كما فعلوا بمثل قوله أشرق البدر علينا الأبيات يقولون أشرقا البادرو علاينا مارحبان الخ فهل ذلك حرام أو مكروه أو مباح؟ فأجاب بقوله التغني بالألحان والتكسير ورفع الصوت في قراءة المولد حرام بل الواجب على من حضر قراءة المولد سواء القارئ والسامع أن يكون فصيحا غير لاحن خافضا غير رافع الصوت خاشعا متواضعا متأدبا لحضرته وعظمته وأن يتأمل ويتفهم ما يسمعه من أخلاقه الكريمة كما قال: وإنك لعلى خلق عظيم
,والله أعلم بالصواب
Komentar
Posting Komentar